Pakar: Pidato Prabowo Kontradiktif dengan Realita

  • Fathiyah Wardah

Presiden Indonesia yang baru saja dilantik, Prabowo Subianto menyampaikan pidato selama upacara pelantikan presiden di gedung DPR di Jakarta, Indonesia, Minggu, 20 Oktober 2024.

Presiden Prabowo Subianto menyinggung banyak isu dalam pidato perdananya seusai pelantikan, mulai dari kemiskinan, korupsi, ketahanan pangan hingga konflik di Palestina. Namun sebagian pakar menilai isi pidato itu bertolakbelakang dengan realita yang ada.

Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka resmi menjadi presiden dan wakil presiden usai mengucapkan sumpah jabatan dalam Sidang Paripurna MPR di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Jakarta, Minggu (20/10). Pelantikan tersebut dihadiri 19 kepala negara dan 19 kepala pemerintahan serta 15 utusan khusus negara-negara sahabat.

Berpidato seusai pelantikan itu, Prabowo menyinggung banyak isu yang menyelimuti Indonesia, mulai dari korupsi, kemiskinan, pendidikan, ketahanan pangan hingga konflik di Palestina.

Ray Rangkuti: Prabowo Tegaskan Nol Toleransi terhadap Korupsi, Tapi Pilih Menteri dengan Rekam Jejak Korupsi

Pengamat politik dari Lingkar Madani, Ray Rangkuti, secara blak-blakan mengatakan pidato itu kontradiktif dengan kenyataan yang ada. Ia mencontohkan pernyataan politikus Partai Gerinda itu soal “nol toleran terhadap korupsi,” tetapi pada kenyataannya Prabowo masih memilih menteri yang sedang berhadapan dengan kasus korupsi. Ia tidak merinci siapa menteri yang dimaksud.

“Cuma realisasinya, ketika beliau berbicara tentang zero toleran terhadap korupsi, jangan dipakai lagi dong menteri-menteri dikaitkan dengan tindak pidana korupsi. Jangan dipakai dong menteri yang mengatakan boleh dong melanggar asal tidak ketahuan,”ujarnya kepada VOA, Minggu (20/10).

Prabowo, tambah Ray Rangkuti, juga menyoroti ketidakhandalan mereka yang mengurus kekayaan negeri. Tetapi pada kenyataannya, Prabowo justru mempertahankan beberapa menteri bidang ekonomi era Jokowi, yang dikritiknya sebagai “tidak pandai mengelola kekayaan negara.”

BACA JUGA: Pakar Ragukan Janji Prabowo Soal Swasembada Pangan dan Energi dalam 5 Tahun

Ray juga mengecam pernyataan Prabowo soal pemimpin yang terlalu cepat berpuas diri dengan angka statistik.

“Pemimpin jangan terlalu senang melihat angka statistik yang membuat kita terlalu cepat gembira, terlalu cepat puas, padahal belum tentu demikian. Kita merasa bangga diterima di G20, bangga ekonomi terbesar di dunia, tapi apa sudah melihat gambaran sesungguhnya”.

Ray menilai pernyataan itu justru kecaman terbuka Prabowo terhadap Joko Widodo. “Ini kan kontradiktif semua nih, dia nyindir pak Jokowi dengan bahasa itu, tapi 16 menterinya yang bakal dilantik adalah menterinya Pak Jokowi,” ujarnya.

Usman Hamid: Beranikah Ungkap Tuntas Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu, Bahkan Jika Diduga Melibatkan Presiden?

Usman Hamid di Amnesty International Indonesia mengkritisi pernyataan Presiden Prabowo soal “pentingnya Indonesia bebas dari diskriminasi.” Menurutnya jika benar-benar serius dengan hal itu, maka sedianya ada perlindungan terhadap mereka yang vokal atau kritis terhadap kebijakan negara.

“Presiden baru harus segera mencabut atau merevisi peraturan bermasalah yang digunakan untuk memberangus HAM, termasuk hak atas kebebasan berekspresi, berserikat, dan berkumpul secara damai. Presiden baru harus mengambil langkah-langkah efektif untuk memastikan bahwa ancaman, serangan, intimidasi dan pelecehan terhadap pembela HAM, aktivis, serta jurnalis dan kantor media, diselidiki dengan segera, secara menyeluruh, dengan tidak memihak, secara independen, transparan dan efektif, dan bahwa mereka yang diduga bertanggung jawab atas hal tersebut diadili sesuai dengan standar peradilan yang adil,” tegasnya menjawab pertanyaan VOA melalui pesan teks.

BACA JUGA: AS Kirim Delegasi Hadiri Pelantikan Prabowo, Pengamat: AS Ingin Rangkul Erat Indonesia

Usman Hamid yang puluhan tahun menjadi aktivis HAM juga menyoroti pekerjaan rumah sejak lama yang tidak kunjung selesai, yaitu mengungkap pelanggaran HAM berat di masa lalu. “Tentu saja PR negara ini termasuk mengungkap tuntas pelaku pelanggaran HAM berat masa lalu, bahkan jika pelanggaran ini diduga melibatkan orang yang menjabat presiden. Pengusutan tuntas pelanggaran HAM masa lalu sangat penting bagi korban. Korban berhak mendapat keadilan, korban berhak tahu siapa sebenarnya pelakunya, mengapa pelanggaran HAM itu dilakukan dan motifnya apa. Yang lebih penting, pengusutan tuntas terhadap pelanggaran HAM berat dan pelakunya adalah dapat mencegah keberulangan di kemudian hari. Ada tindakan tegas negara untuk menghukum pelaku dan tidak membiarkannya begitu saja. Pengungkapan pelanggaran HAM berat bisa memutus rantai kekerasan yang tejadi di negara ini.”

Firman Noor: Pernyataan Masih di Level Pidato

Prof. Dr. Firman Noor, pengamat politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menilai semua pihak sedianya memberi kesempatan kepada pemimpin baru ini. Ia mengatakan apa yang disampaikan Prabowo masih pada level pidato dan realisasi masih harus dilihat ke depan. “Dicukupkan saja bahwa memang dia punya cita-cita ke depan, pastinya dia sadar bahwa ucapannya terekam saat ini,”ujarnya.

Your browser doesn’t support HTML5

Pakar: Pidato Prabowo Kontradiktif dengan Realita

Pertemuan Khusus

Presiden Prabowo Subianto juga melakukan pertemuan dengan pemimpin negara dan utusan khusus yang menghadiri upacara pelantikannya, antara lain PM Republik Korea Han Duck Soo, PM Singapura Lawrence Shyun Tsai Wong, PM Papua Nugini James Marape, PM Vanuatu Charlot Salwai, Wakil Presiden Laos Pany Yathotou, Wakil Presiden Republik Rakyat China (RRC) Han Zheng, Wakil Perdana Menteri (PM) Australia Richard Marles. Utusan Khusus Inggris David Lammy, dan Wakil PM Selandia Baru Winston Peters. Semua tamu kehormatan ini menyampaikan kesiapan memperkuat hubungan kerjasama dengan Indonesia. [fw/em]