Sementara pasukan Amerika ditarik mundur dari Suriah utara, polisi militer Rusia tiba di wilayah itu untuk mengusir para pejuang Kurdi berdasarkan ketentuan perjanjian yang dibuat oleh Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.
Sebagian besar pakar kebijakan luar negeri mengatakan Rusia dan Turki jelas merupakan pemenang dari perjanjian tersebut, dan sebagian khawatir mundurnya Amerika dari wilayah itu memberikan kesempatan kepada Rusia sebagai pialang baru kekuasaan di Timur Tengah.
Pasukan Rusia sekarang berpatroli di kota strategis Kobani di Suriah, tempat pasukan Kurdi bertempur dengan sengit, dengan dukungan Amerika, untuk menangkap dan mengusir teroris ISIS.
BACA JUGA: Pemimpin Rusia, Turki Bahas Nasib Perbatasan SuriahMenteri Pertahanan Amerika Mark Esper, dalam kunjungan untuk meyakinkan negara-negara sekutu anggota NATO di Brussels, menyalahkan Turki dan serangan militernya terhadap Suriah utara sehingga menimbulkan keadaan seperti sekarang.
“Selama ini saya sudah sangat terus terang tentang hal ini: Turki membuat kita semua dalam situasi yang sangat mengerikan. Maksud saya, serangan itu tidak beralasan. Saya kira Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan lah yang terpaku untuk melakukan serangan itu karena satu dan lain alasan, dan tidak mungkin kita terlibat perang dengan negara anggota NATO yang telah menjadi sekutu yang baik sejak tahun 1952,” kata Mark Esper.
Amerika Serikat telah lama menjadi broker kekuasaan utama di Timur Tengah. Tetapi, para pakar mengatakan Rusia sedang bergerak ke dalam kekosongan yang diakibatkan oleh mundurnya Amerika dari Suriah.
Brian Katulis dari Center for American Progress, lembaga nirlaba untuk studi kebijakan yang berkantor di Washington, D.C. adalah salah seorang yang berpendapat demikian.
“Tetapi Rusia memiliki sesuatu yang tidak dimiliki oleh Amerika saat ini, yakni seperangkat tujuan yang jelas untuk kebijakannya di Timur Tengah. Rusia tahu apa yang ingin dilakukannya. entitas dan negara-negara yang dikatakannya mendukung, tidak seperti pemerintahan Trump dengan Kurdi, atau tidak seperti pemerintahan Obama, yang mengatakan banyak hal berbeda tentang Suriah, tetapi pada akhirnya tidak mencapai banyak,” jelasnya.
BACA JUGA: Turki, Rusia Sepakati Pengawasan Bersama Wilayah Suriah di Perbatasan TurkiSementara itu, Bulent Aliriza dari Pusat Studi Strategis dan Internasional (CSIS) berpendapat, “Rusia mengambil alih pangkalan, tapi itu hanya puncak gunung es. Mereka, pada kenyataannya, mengawasi situasi, yang tidak hanya demi keuntungan mereka, tetapi juga untuk keuntungan rezim Presiden Suriah Bashar Assad , yang telah mampu bertahan dalam kekuasaan, terutama dengan bantuan Moskow melalui angkatan udara, serta relawan Iran yang telah dikirim oleh Teheran.”
Presiden Amerika Donald Trump mengatakan Amerika kemungkinan akan meninggalkan sejumlah kecil pasukan di Suriah tenggara untuk mencegah teroris ISIS menguasai ladang minyak berharga di sana. Amerika masih berkomitmen untuk memerangi militan ISIS, kata Esper kepada menteri pertahanan Inggris dan menteri pertahanan Perancis. [lt/uh]