Pemerintah Pakistan, Senin (12/6) menyambut baik kedatangan pengiriman pertama minyak mentah dari Rusia. Minyak itu dibeli Pakistan dengan potongan harga berdasarkan kesepakatan kedua negara.
Perdana Menteri Shahbaz Sharif memujinya sebagai "pemenuhan janji" kepada bangsa, sementara Menteri Penerangan Marriyum Aurangzeb mencuit bahwa itu merupakan "pengabdian sejati" kepada rakyat. Kargo minyak itu dibongkar di kota pelabuhan Karachi, pusat impor utama.
Pakistan yang kekurangan dana telah melakukan pembicaraan dengan Rusia untuk mengimpor minyak mentah dengan potongan harga sejak Februari 2022, ketika mantan Perdana Menteri Pakistan Imran Khan mengunjungi Moskow untuk bertemu dengan Presiden Vladimir Putin. Kunjungan Khan bertepatan dengan dimulainya invasi Rusia ke Ukraina -- kunjungan yang pada saat itu membuat hubungan tegang antara Pakistan dan Amerika Serikat.
Moskow sejak itu kesulitan menghadapi sanksi-sanksi Barat karena perang tersebut, dan mengalihkan sebagian besar pasokannya ke India, China, dan negara-negara Asia lainnya dengan potongan harga setelah para pelanggan Barat menghindarinya sebagai tanggapan atas invasi.
Wakil Menteri Perminyakan Pakistan, Musadiq Malik, mengatakan kepada Geo News TV bahwa Islamabad pada awalnya menandatangani perjanjian dengan Rusia untuk pembelian 100.000 ton minyak, yang seharusnya tiba dengan dua kapal. Kapal pertama dengan minyak mentah tiba di Karachi pada hari Minggu. Ukuran muatan kargonya tidak segera diketahui.
Ia tidak mengungkapkan rincian apapun tentang harga minyak Rusia, dan hanya mengatakan bahwa Pakistan akan mencoba memastikan impor yang stabil dengan harapan harga-harga bahan bakar akan turun di pom-pom bensin. “Jika kita mulai mendapatkan sepertiga dari minyak mentah kita dari Rusia, maka akan ada perbedaan harga yang besar dan dampaknya akan sampai ke kantong masyarakat,” kata Malik.
Tidak ada rincian yang diungkapkan tentang bagaimana pembayaran dilakukan.
Pemerintah Sharif bergulat dengan krisis ekonomi yang belum pernah terjadi setelah banjir dahsyat musim panas lalu, yang menewaskan lebih dari 1.700 orang dan menyebabkan kerugian sekitar $30 miliar. Sementara itu, pembicaraan dengan Dana Moneter Internasional untuk menghidupkan kembali paket dana talangan $6 miliar telah tertahan sejak Desember. [ab/ka]