Pandemi Bikin Pesta Mardi Gras Berbeda dari Biasanya

Rumah yang dihiasi tema "Rumah Binatang" di St. Charles Avenue, adalah satu dari sekian banyak rumah yang didekorasi untuk merayakan Mardi Gras, di New Orleans, Louisiana, 7 Februari 2021. (Foto: Reuters)

“Pemimpin Besar kami memberitahu dia tidak mau kami berkumpul di udara terbuka pada pesta Mardi Gras kali ini karena COVID," kata Aaron “Flagboy Giz” Hartley kepada VOA.

Sampai tahun ini Hartley senantiasa ikut ambil bagian dalam tradisi pesta New Orleans yang berasal dari tahun 1800-an. Mardi Gras merupakan campuran budaya Afrika dan penduduk asli Amerika, di mana peserta parade kulit hitam mengenakan pakaian penduduk asli Amerika yang penuh warna.

“Tidak ada yang mirip itu di dunia,” kata Hartley. Tanggal 16 Pebruari adalah Fat Tuesday, yang merupakan terjemahan harafiah dari Mardi Gras.

Untuk umat Katolik di banyak bagian dunia, hari itu merupakan peringatan terakhir sebelum masa pra-Paskah atau Lent.

New Orleans merupakan tempat perayaan Mardi Gras paling meriah.

Dalam kondisi normal, penduduk asli Indian seperti Hartley mengenakan kostum berhiaskan manik-manik, bulu ayam, dan ornamen yang mengilat. Pawai kendaraan hias dengan tema tertentu bergerak di sepanjang jalan besar yang dinaungi deretan pohon ek.

Peserta pesta ini, disebut Krewe, membagikan manik-manik, gelas, dan koin kepada ribuan penonton yang bersorak sorai dan juga mengenakan kostum. Puluhan drum-band berbaris di belakang kendaraan hias dan suasana tambah meriah dengan tarian para Krewes atau peserta Mardi Gras.

Namun, pandemi COVID-19 membuat semua ini tidak mungkin. Dan ini membuat para penduduk New Orleans sedih.

“Ini merupakan bagian terbaik dari budaya paling kaya di seluruh negara,” kata Hartley. “Kita harus melakukan sesuatu. Kita tidak bisa begitu saja membatalkan Mardi Gras.” [jm/ka]