Perasaan Andrew Trites lega di masa pandemi ini. Bukan karena peneliti mamalia laut di Universitas British Columbia ini, dan keluarga dekatnya,tidak ada yang menjadi korban virus corona, melainkan karena ia kini bisa melangsungkan risetnya mengenai paus secara lebih seksama.
Paus, katanya,adalah hewan akustik, yang artinya mengandalkan gelombang suara untuk melakukan kegiatan sehari-harinya, termasuk berburu dan berkomunikasi dengan sesamanya. Kondisi laut yang hiruk pikuk karena aktivitas kapal dan manusia, sering membuat bingung paus dan menaikan tingkat stresnya.
“Mereka sangat sensitif. Khususnya hewan-hewan laut yang mengandalkan gelombang suara untuk mencari makan atau berkomunikasi dengan sesamanya. Situasi laut yang lebih tenang, membuat mereka hidup lebih nyaman. Bagi kami, inilah saat yang tepat untuk meneliti mereka,” jelas Trites.
Sejak pandemi melanda Maret lalu, aktivitas di bandara, marina, pantai dan perairan di berbagai penjuru Kanada relatif sepi.Berbagai pembatasan terkait wabah virus corona membuat ekspor dan impor, terutama yang mengandalkan laut – menurun secara drastis. Ini semua membuat tingkat kebisingan di laut menurun secara signifikan.
Pakar oseanografi David Barclay dari Universitas Dalhousie memperkirakan, polusi suara rata-rata menurun 50 persen.
“Semakin menurun dan bahkan dengan laju yang makin cepat. Kami perkirakan menurun sekitar 4 desibel, yang artinya penurunan hingga setengahnya. Ini merupakan peristiwa yang belum pernah terjadi sebelumnya.”
Barclay mendapatkan fakta ini setelah menggunakan seperangkat monitor suara untuk mengukur tingkat polusi suara di pantai barat Pulau Vancouver dan di Selat Georgia. Temuannya tersebut baru-baru ini dipublikasikan di Narwhal -- sebuah jurnal yang diterbitkan sebuah organisasi yang beranggotakan para jurnalis lingkungan Kanada. Barclay dan sejumlah periset berspekulasi, menurunnya polusi suara ini mengurangi tingkat stres paus-paus Atlantika Utara.
Your browser doesn’t support HTML5
Barclay mengatakan, paus menggunakan suara berfrekuensi rendah untuk berkomunikasi dengan sesamanya. Jika suara mereka terhalang frekuensi lain, baik rendah maupun tinggi mereka kesulitan berkomunikasi dan melindungi diri sendiri,
Valeria Vergara, seorang pakar paus Beluga, mengaku senang dengan situasi laut di masa pandemi. Ia berharap populasi paus Beluga yang sangat terancam di Muara Saint Lawrence bisa pulih. Ia mengatakan saat ini hanya ada 800 ekor paus di sana, pahadal pada 1885, jumlahnya diperkirakan 10.000 ekor.
“Salah satu alasan penurunan populasi paus Beluga adalah suara. Semakin tinggi tingkat kebisingan, semakin sulit mereka berkembangbiak.” [ab/uh]