Panglima Angkatan Bersenjata Sudan, Jumat (21/4) mengatakan militer berkomitmen pada transisi ke pemerintahan sipil. Ini disampaikan Jenderal Abdel Fattah Burhan dalam pidato pertamanya sejak pertempuran brutal antara pasukannya dan paramiliter yang kuat di negara itu dimulai hampir sepekan silam.
Dalam pesan video yang dilansir Jumat pagi untuk merayakan Idulfitri, Burhan mengatakan, “Kami yakin bahwa kita dapat mengatasi cobaan ini dengan pelatihan, kebijakan dan kekuatan kita, dengan mempertahankan keamanan dan persatuan negara, yang memungkinkan kami untuk dipercayakan dengan transisi yang aman ke pemerintahan sipil.”
Suara pertempuran hebat terdengar di tengah-tengah azan di ibu kota Sudan, di mana masjid-masjid mengadakan salat Idulfitri di dalam gedung untuk melindungi jemaah.
Pernyataan panglima militer itu muncul sementara lawan-lawannya mengklaim mereka akan memberlakukan gencatan senjata tiga hari untuk merayakan Idulfitri, berdasarkan “pemahaman internasional dan regional.” Tidak ada tanggapan segera dari Burhan mengenai pengumuman gencatan senjata itu.
BACA JUGA: Sekjen PBB Serukan Gencatan Senjata di Sudan untuk Menandai Akhir RamadanSejak ia mengambil kendali atas negara dalam kudeta Oktober 2021, Burhan dan saingannya, komandan paramiliter Sudan, Pasukan Dukungan Cepat (RSF), Jenderal Mohammed Hamdan Dagalo, telah berulang kali berjanji mengantar negara itu ke arah pemerintahan sipil. Namun keduanya tidak juga menandatangani kesepakatan politik yang akan membuat institusi yang mereka pimpin kehilangan kekuasaan dan membuka jalan bagi pemilihan yang demokratis.
Pesan video itu merupakan yang pertama kalinya bagi Burhan terlihat sejak pertempuran melanda ibu kota dan daerah-daerah lain di negara itu. Tidak diketahui kapan atau di mana video itu dibuat.
Pada hari Kamis, militer Sudan mengesampingkan perundingan dengan RSF, dengan mengatakan militer hanya akan menerima penyerahan diri RSF. Kedua pihak terus terlibat pertempuran di tengah kota Khartoum, dan di beberapa bagian lain negara itu, mengancam merusak upaya-upaya internasional untuk memperantarai gencatan senjata yang lebih lama.
Pernyataan militer itu meningkatkan kemungkinan gelombang kekerasan baru yang telah berlangsung hampir sepekan, yang telah menewaskan ratusan orang. Kekhawatiran kian besar mengenai sistem kesehatan Sudan kini di ambang keruntuhan, dengan banyaknya rumah sakit yang terpaksa ditutup dan yang lainnya kehabisan pasokan. [uh/ab]