Papua Nugini pada Selasa (30/1) mengatakan bahwa mereka mungkin menolak tawaran China untuk membantu pasukan kepolisian mereka yang sedang kesulitan, dan lebih memilih untuk memelihara hubungan dengan sekutu-sekutu keamanan “tradisional”.
Tawaran China ini disampaikan sebelum kerusuhan meletus di Port Moresby, ibu kota negara itu, pada 11 Januari yang menyebabkan sedikitnya 25 orang tewas, kata pemerintah.
Menteri Luar Negeri Justin Tkatchenko mengatakan Tahun lalu China menawarkan bantuan untuk melatih dan memperlengkapi “sektor kepolisian” negara Pasifik Selatan tersebut.
“Tawaran ini sedang dievaluasi secara hati-hati karena kami tidak ingin menduplikasi atau mengkompromikan perjanjian yang sudah ada dengan mitra-mitra keamanan tradisional kami, Australia dan Amerika Serikat,” kata menteri tersebut dalam sebuah pernyataan.
“Ini tidak akan menjadi akhir dunia jika kita tidak mencapai kesepahaman atau kesepakatan dengan China,” kata Tkatchenko.
"Hubungan kami penuh rasa hormat dan kedewasaan. Kami cukup dewasa untuk mengetahui posisi kami dalam berbagai hal."
BACA JUGA: Papua Nugini Berjanji Bertindak Keras Setelah 15 Tewas dalam KerusuhanAmerika Serikat dan sekutu-sekutunya di Pasifik berusaha membatasi pengaruh China yang semakin besar di wilayah tersebut. Mereka sebelumnya tersentak oleh pakta keamanan rahasia yang ditandatangani Beijing dengan Kepulauan Solomon pada 2022.
Papua Nugini membuat perjanjian keamanan terpisah dengan Amerika Serikat dan Australia tahun lalu.
Pihak oposisi pada Selasa (30/1) mengecam kemungkinan pemerintahan Perdana Menteri James Marape menandatangani perjanjian keamanan “rahasia” dengan China.
“Kerusuhan Port Moresby yang mengerikan pada pertengahan Januari adalah bukti perpecahan dan kurangnya kontrol serta disiplin yang kini merajalela di kepolisian PNG,” kata tokoh oposisi Peter O'Neill, mantan perdana menteri negara itu.
Papua Nugini “berhak tetap menjalin hubungan erat dengan Australia” demi keamanan domestik dan regional, tambahnya.
BACA JUGA: Pemilu Indonesia di Luar Negeri Sempat Terganggu Situasi DaruratKerusuhan di Port Moresby terjadi ketika para anggota kepolisian melakukan pemogokan, dan meninggalkan pekerjaan mereka, setelah gaji mereka secara keliru dipotong tanpa penjelasan.
Pemerintah kemudian menuduh bahwa polisi “nakal” memainkan peran kunci dalam memicu kekacauan. Warga yang tidak puas juga ikut serta dalam kerusuhan tersebut.
Perdana Menteri Australia Anthony Albanese mengatakan negaranya tetap menjadi “mitra keamanan pilihan” bagi Papua Nugini.
“Kami adalah keluarga dan kami akan terus menjalin hubungan baik,” katanya kepada wartawan di Townsville, Queensland.
Perdana Menteri Papua Nugini dijadwalkan mengunjungi Australia dan berpidato di parlemen pada 8 Februari, kata Albanese.
Papua Nugini diberkati dengan cadangan emas, gas, dan mineral dalam jumlah besar, sehingga menarik investor dari seluruh dunia termasuk China. [ab/lt]