Para anggota dua pemerintah Libya yang bersaingan sebelumnya diperkirakan akan menandatangani sebuah kesepakatan perdamaian, Rabu (16/12), namun para pejabat mengatakan, acara itu terpaksa ditunda hingga Kamis, setelah para pemimpin kedua parlemen menunjukkan ketidaksetujuan atas kesepakatan itu.
Kedua pemimpin parlemen -- Aguila Saleh dan Nuri Abu Sahmain – bertemu untuk pertama kalinya Selasa sejak kedua pihak masing-masing membentuk pemerintah yang bersaingan di Tripoli dan Tobruk. Mereka masing-masing mengeluarkan pernyataan perlunya mencari solusi bagi Libya tanpa tekanan pihak luar.
Pakta yang ditengahi PBB itu tercipta setelah sejumlah putaran perundingan antara kedua pemerintah bersaingan dalam usaha mengakhiri ketidakstabilan yang dialami Libya sejak tergulingnya pemimpin yang lama berkuasa Moammar Gaddafi pada 2011.
Kesepakatan itu menyerukan dibentuknya pemerintah persatuan dalam waktu 40 hari dengan para anggotanya yang berasal dari pemerintah yang didukung masyarakat internasional di Tobruk dan pemerintah yang didukung kelompok Islamis di Tripoli.
Meski dengan partisipasi dari kedua pihak, masih belum jelas berapa banyak orang yang akan mendukung keputusan itu dan menandatanganinya.
PBB, Uni Eropa, Uni Afrika, Liga Arab dan lebih dari 12 negara mengeluarkan sebuah pernyataan, Minggu, yang mendukung usaha perdamaian itu dan menyambut rencana yang mendorong pihak-pihak di Libya untuk menandatanganinya.
Pernyataan itu dikeluarkan setelah pertemuan tingkat menteri di Italia, dan mencakup komitmen terhadap kedaulatan Libya, janji untuk mendukung pemerintah persatuan dan seruan untuk segera memberlakukan gencatan senjata. [ab]