Bayi-bayi gajah di Sheldrick Wildlife Trust, Nairobi, tak bisa lagi menyusu pada induk mereka. Satwa yang masih kecil-kecil itu bergantung pada manusia, penjaga yang merawat dan memperhatikan kebutuhan mereka untuk dapat bertahan hidup.
Induk mereka adalah korban perburuan liar dan konflik satwa liar dengan manusia. Saat ini, David Sheldrick Wildlife Trust menampung 12 bayi gajah. Mereka dipelihara oleh 400 staf, termasuk 70 penjaga, unit-unit anti-perburuan liar dan dokter hewan.
BACA JUGA: Ibu Negara AS Kunjungi Panti Asuhan Anak-Anak dan Gajah di KenyaBadan konservasi itu didirikan pada 1977 oleh mendiang Dame Daphne Sheldrick untuk mengenang suaminya. Konservasi gajah tersebut berhasil membesarkan lebih dari 250 bayi gajah yatim dan telah mengembalikan lebih dari 150 gajah ke alam bebas.
Kedatangan wisatawan telah membiayai sebagian misi lembaga tersebut. Namun lockdown terkait virus corona, penutupan wilayah perbatasan dan pembatasan dalam melakukan perjalanan berdampak pada hilangnya aliran dana pemasukan yang penting bagi konservasi gajah itu.
Edwin Lusichi, Manajer Proyek yang telah bekerja selama 20 tahun di konservasi itu berharap Covid-19 segera berakhir agar kehidupan dapat kembali normal.
“Kami beruntung memiliki pekerjaan, tetapi kami khawatir bos kami mungkin tidak memiliki cukup uang untuk membayar kami karena tidak ada turis yang datang, Jadi itu adalah kekhawatiran besar," ujar Edwin Lusichi.
Namun ada juga kabar baik untuk gajah. Permintaan akan gading berkurang untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun.
Pada April 2020, Komisi Keadilan Satwa Liar melaporkan para pedagang gading di Asia Tenggara kesulitan menjual persediaan gading yang menumpuk sejak China melarang perdagangan produk-produk gading pada 2017.
Pandemi tersebut menyebabkan banyak pelanggan China tidak dapat melakukan perjalanan ke pasar-pasar gading di sejumlah tempat seperti Kamboja dan Laos. Kabar menggembirakan lainnya, gajah-gajah tersebut mendapat perhatian ekstra.
“Saat ini semua orang berfokus pada upaya menjaga diri mereka sendiri dan tidak sibuk kesana-kemari seperti harus pergi keluar, berurusan dengan wisatawan, mengarahkan mereka, dan memberikan ceramah. Sekarang kami ke lapangan, semua hal ditujukan pada gajah," ujar Lusichi.
Akan tetapi pandemi virus corona juga membawa marabahaya. Meskipun perdagangan gading terhenti untuk sementara, muncul kekhawatiran mengenai meningkatnya perburuan liar. Ini dikemukakan Kristy Smith, administrator proyek di David Sheldrick Wildlife Trust.
“Sayangnya kami melihat peningkatan aktivitas ilegal, termasuk perburuan untuk mendapatkan daging satwa liar. Sejumlah metode, seperti penggunaan jerat kawat, tidak membedakan spesies binatang buruan yang menjadi target, sehingga hewan yang terancam punah seperti bayi gajah dan juga jerapah dapat terperangkap di dalamnya," ujar Smith.
BACA JUGA: Dua Gajah Sumatra Mati Akibat Keracunan dan Dibunuh ManusiaKristy berpendapat hal itu dikarenakan Covid-19 dan kesulitan ekonomi yang dihadapi oleh masyarakat yang tinggal di sepanjang kawasan hutan lindung. Juga karena sekarang memasuki awal musim kemarau yang secara historis menunjukkan peningkatan berbagai aktivitas ilegal.
Sementara Kenya terus menghadapi bertambahnya perburuan ilegal untuk makanan, kekhawatiran bahwa perburuan liar terorganisir di Afrika akan meningkat, sebagian besar belum terwujud.
Sementara itu, patroli penjaga hutan terus berlanjut di banyak taman nasional dan hutan lindung, setelah pekerjaan mereka dianggap esensial oleh pemerintah wilayah setempat. [mg/uh]