Parlemen Ghana Sahkan UU Anti LGBTQ

Parlemen Ghana mengesahkan RUU kontroversial yang membatasi dengan ketat hak-hak LGBTQ.

Parlemen Ghana memutuskan untuk mengesahkan RUU kontroversial yang membatasi dengan ketat hak LGBTQ pada Rabu (28/2), sebuah langkah yang dikecam oleh para aktivis HAM.

RUU ini masih harus divalidasi oleh presiden sebelum menjadi UU, yang oleh para pengamat dipercaya nampaknya akan keluar sebelum pemilu bulan Desember mendatang.

Kelompok-kelompok aktivis menyebut RUU “Hak Seksual Manusia dan Nilai-Nilai Keluarga” adalah kemunduran bagi HAM dan mendesak pemerintahan presiden Nana Akufo-Addo untuk menolaknya.

Namun RUU ini mendapat dukungan meluas di Ghana, di mana Akufo-Addo pernah mengatakan bahwa pernikahan sesama jenis tidak akan pernah diperbolehkan selama dia berkuasa.

Dirujuk secara umum sebagai RUU anti gay, legislasi ini menerima dukungan dari koalisi yang terdiri dari kelompok Kristen, Muslim dan pemimpin tradisional Ghana, yang memberikan dukungan penting di antara para anggota parlemen.

BACA JUGA: Dianggap Ekstremis, Mahkamah Agung Rusia Larang Gerakan LGBT 

Gay telah dinyatakan ilegal di negara relijius di Afrika Barat ini, tetapi ketika diskriminasi terhadap kelompok LGBTQ umum ditemukan, tidak ada satupun yang didakwa di bawah UU era kolonial.

Berdasarkan ketentyan dalam RUU ini, hubungan sesame jenis bisa dihukum dengan pemenjaraan antara enam bulan hingga lima tahun.

Mereka yang membela hak-hak LGBTQ bahkan bisa menjadi sasaran hukuman yang lebih berat, dengan potensi hukuman penjara tiga hingga lima tahun.

Koalisi HAM yang dikenal sebagai Big 18, sebuah kelompok paying dari pengacara dan aktivis di Ghana, telah mengutuk RUU itu.

“Anda tidak mengkriminalisasi identitas seseorang dan ini lah tujuan dari RUU ini, dan itu sepenuhnya keliru,” kata Takwiyaa Manuh, anggota dari koalisi ini.

“Kami ingin memberi pesan kepada presiden untuk tidak menyetujui RUU itu. Ini sepenuhnya mencederai hak-hak bagi komunitas LGBT,” kata Manuh kepada AFP.

Anggota parlemen dari pihak oposisi, Sam George, yang merupakan pendukung utama RUU ini, meminta Akufo-Addo memberikan persetujuan.

“Tidak ada hal lain yang lebih baik dalam berurusan dengan LGBTQ selain bahwa RUU ini telah disetujui oleh parlemen. Kami berharap presiden akan memenuhi janjinya dan memegang janjinya,” kata George.

Anggota Komunitas LGBTQ Ghana, khawatir terkait implikasi dari RUU ini.

Pendiri dan direktur dari organisasi hak-hak LGBT+ Ghana, Alex Donkor mengatakan “pengesahan RUU ini akan semakin memingirkan dan membahayakan individu LGBTQ di Ghana,” kata dia.

“Ini tidak hanya melegalisasi diskriminasi tetapi juga menumbuhkan lingkungan penuh ketakutan dan persekusi,” tambah dia.

“Dengan hukuman yang keras baik bagi aktivis maupun individu LGBTQ, RUU ini mengancam keamanan dan kesejahteraan bagi komunitas yang sebelumnya sudah rentan,” kata Donkor lagi.

Sekitar 30 negara di Afrika saat ini telah melarang homoseksualitas, menurut International Lesbian, Gay, Bisexual, Trans and Intersex Association (ILGA).

Uganda, Mauritania, dan sejumlah negara bagian di Nigeria bagian utara, menghukum hubungan sesama jenis dengan sangat keras, dengan mereka yang didakwa kemungkinan menghadapi hukuman mati.

Afrika Selatan adalah satu-satunya negara di benua itu yang memperbolehkan pernikahan sesama jenis, yang disahkan pada 2006.

Gay telah dikriminalisasi di sejumlah kecil negara seperti Cape Verde, Gabon, Guinea-Bissau, Lesotho, Mozambik, dan Scychelles, menurut ILGA. [ns/jm]