Sebuah komisi parlemen Inggris yang berpengaruh, Selasa (19/5), menuduh Perdana Menteri Boris Johnson tidak menyelenggarakan tes virus corona yang memadai, sehingga menyebabkan tingginya jumlah kematian terkait Covid-19 di panti-panti jompo.
Jumlah tes yang telah dilakukan sejauh ini tidak memadai, kata Komisi Sains dan Teknologi Majelis Rendah. Karena tidak memadai, kata mereka, menurut data statistik resmi, lebih dari 11.000 orang meninggal di panti-panti jompo terkait wabah itu.
Pemerintah konservatif Johnson menghadapi kecaman yang meningkat setelah Inggris secara resmi tercatat sebagai salah satu negara di dunia dengan jumlah kematian tertinggi akibat virus corona. Negara itu mencatat jumlah kematian hingga 34.796, terbesar kedua setelah AS. Lebih dari 11.000 kematian terjadi di panti-panti jompo.
BACA JUGA: Periset Inggris Tes Kemampuan Anjing Endus Covid-19Greg Clark, ketua komisi itu, mengatakan, keputusan pemerintah pada Maret lalu untuk menghentikan tes virus corona di luar rumah sakit mengakibatkan banyak penghuni panti jompo dan staf mereka tidak dites, padahal virus itu sedang merebak dengan gencarnya. Komisi itu meminta pemerintah mengungkapkan bukti-bukti yang melatarbelakangi pengambilan keputusan itu.
Kapasitas tes negara itu kini telah ditingkatkan menjadi lebih dari 100.000 tes per hari dan pemerintah berencana untuk memberlakukan kembali kebijakan tes dan lacak sebagai bagian dari upaya mengendalikan virus itu dan melonggarkan kebijakan lockdown yang telah diberlakukan sejak 23 Maret.
Wabah COVID-19 telah memukul hebat ekonomi Inggris. Sejak diberlakukan lockdown, klaim pengangguran di Inggris naik 69 persen pada bulan April menjadi 2,1 juta, atau tertinggi dalam 20 tahun terakhir. [ab/uh]