Korea Utara akan mengadakan rapat parlemen bulan depan untuk membahas upaya menyelamatkan ekonomi yang tertekan oleh penutupan perbatasan terkait pandemi, dan setelah puluhan tahun menghadapi sanksi-sanksi yang dipimpin AS.
Kantor berita resmi Korea Utara, KCNA, mengatakan, Kamis (26/8), bahwa Majelis Rakyat Tertinggi akan bertemu pada 28 September di Pyongyang untuk membahas pembangunan ekonomi, pendidikan pemuda, masalah organisasi pemerintah dan isu-isu lainnya. Laporan itu tidak menyebutkan rencana untuk membahas kebijakan luar negeri.
Pembicaraan antara Amerika Serikat dan Korea Utara terhenti sejak runtuhnya pertemuan puncak antara mantan Presiden Donald Trump dan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un pada 2019, setelah Amerika menolak permintaan Korea Utara untuk melonggarkan sanksi-sanksi ekonomi sebagai imbalan perlucutan sebagian besar kemampuan nuklirnya.
Kim sejak itu berjanji untuk meningkatkan kemampuan penangkalan nuklir negaranya sementara mendesak rakyatnya untuk tetap tangguh dalam mengupayakan kemandirian ekonomi meski menghadapi tekanan AS.
Tetapi para ahli mengatakan Kim sekarang mungkin menghadapi momen terberat dalam hampir satu dekade pemerintahannya. Negara itu terus menutup perbatasan-perbatasannya sementara tidak ada prospek bahwa sanksi-sanksi internasional akan segera berakhir.
Pertemuan penuh Majelis Rakyat Tertinggi biasanya merupakan urusan singkat yang dimaksudkan untuk menyetujui anggaran, meresmikan perubahan personel dan mengesahkan prioritas-prioritas kebijakan Kim.
Pada sidang sebelumnya Januari lalu, majelis menyetujui keputusan yang dibuat pada kongres Partai Buruh pada bulan yang sama, yang pada intinya mendukung tekad Kim untuk memperkuat persenjataan nuklir negaranya dan menyusun rencana pembangunan ekonomi lima tahun ke depan. Kongres itu diadakan beberapa bulan setelah Kim pada sebuah konferensi politik lain menunjukkan keterusterangan bahwa rencananya untuk memperbaiki ekonomi tidak berhasil.
Terlepas dari masalah ekonomi, Korea Utara sejauh ini menolak tawaran pemerintahan Biden untuk melanjutkan diplomasi nuklir, dengan mengatakan bahwa Washington harus terlebih dahulu meninggalkan kebijakan permusuhannya. [ab/uh]