Parlemen Libya yang diakui internasional telah menolak gagasan PBB untuk membentuk pemerintah persatuan dengan kelompok Islamis.
Alasan sebenarnya untuk keputusan itu tidak jelas, tetapi ada laporan mengatakan para anggota parlemen itu kecewa atas amandemen persetujuan yang ditambahkan oleh kelompok Islamis tanpa persetujuan mereka.
Dewan Keamanan PBB mendesak semua pihak agar menandatangani persetujuan pembagian kekuasaan dan mengancam akan mengenakan sanksi terhadap siapapun yang berusaha menghambatnya.
“Persetujuan itu memberi prospek sungguh-sungguh untuk menyelesaikan krisis politik, keamanan dan lembaga,” kata pernyataan dewan keamanan hari Senin (19/10).
Libya menghadapi kekacauan akibat kebuntuan politik sejak diktator sejak Moammar Gadhafi digulingkan dan dibunuh tahun 2011, yang menimbulkan kekerasan, terorisme dan kebangkrutan perindustrian minyak.
Negara itu terpecah antara pemerintah Islamis yang merebut Tripoli tahun lalu dan membentuk pemerintahannya sendiri, dan pemerintah yang diakui internasional, yang melarikan diri ke kota Tobruk, Libya Timur.
Berdasarkan rencana PBB itu, seorang anggota parlemen yang berbasis di Tripoli, Fayez Sarraj, akan menjadi perdana menteri. Ia akan mempunyai tiga wakil, satu masing-masing dari Barat, Timur dan Selatan. [gp]