Parlemen Myanmar Mulai Perdebatan RUU Agama Kontroversial

Warga etnis minoritas Muslim Rohingya di kamp pengungsi di Sittwe, Myanmar (foto: dok). Pemerintah Myanmar tidak mengakui Rohingya sebagai etnis minoritas di sana.

RUU agama yang diajukan oleh pemerintah mengharuskan warga Myanmar mendapat izin dari pemerintah setempat sebelum pindah ke agama baru.

Majelis tinggi parlemen di Myanmar, mulai memperdebatkan dua RUU tentang agama yang kata para pengecam bisa meningkatkan konflik antara kelompok agama.

RUU, yang diajukan oleh pemerintahan Presiden Thein Sein, mengharuskan orang mendapat izin dari pemerintah setempat sebelum pindah ke agama baru. RUU ini juga memungkinkan pemerintah di daerah etnis minoritas untuk menetapkan kebijakan pengendalian jumlah penduduk mereka sendiri, termasuk aturan melarang lebih dari satu anak per keluarga.

Anggota parlemen, Khat Htain Nan, dari Partai Persatuan dan Demokrasi di Negara Bagian Kachin, mengatakan saatnya tidak tepat bagi RUU tersebut.

"Menurut saya RUU itu tidak perlu saat ini, terutama dalam masa transisi demokrasi di mana berbagai kebebasan telah diizinkan. Saya khawatir hal itu dapat memicu kesalahpahaman dan kesulitan lainnya," ujarnya.

Pemerintah mengajukan empat RUU tentang agama tahun lalu yang mencakup isu perkawinan, pindah agama, monogami dan pengendalian jumlah penduduk. Aktivis dan kelompok HAM mengecam RUU itu, karena katanya melanggar standar internasional tentang kebebasan beragama dan hak-hak perempuan.

Tetapi sekelompok biksu, yang mengumpulkan satu juta lebih tanda tangan mendukung RUU itu, mengatakan aturan itu perlu untuk menghindari kekerasan agama dan mencegah pertumbuhan penduduk Muslim di negara itu.

Kekerasan antara warga mayoritas Buddhis dan minoritas Muslim di Myanmar telah menewaskan lebih dari 240 orang dan memaksa 140 ribu orang mengungsi dari rumah mereka sejak tahun 2012.

Sebagian besar korban tewas dan pengungsi Muslim adalah warga yang menyebut dirinya etnis Rohingya di negara bagian Rakhine barat. Pemerintah Myanmar mengatakan tidak mengakui Rohingya sebagai etnis minoritas dan menyebut mereka sebagai orang-orang Bengali.