Setelah lebih dari satu dasawarsa menjadi oposisi, Partai Buruh Inggris akhirnya naik ke tampuk kekuasaan pada Jumat (5/7). Para pemilih yang sudah jenuh tampaknya tidak hanya memberikan kemenangan telak kepada partai tersebut, tetapi juga memberikan tugas besar untuk menghidupkan kembali perekonomian yang stagnan dan negara yang dalam keputusasaan.
Pemimpin Partai Buruh Keir Starmer akan secara resmi menjadi perdana menteri pada hari ini. Dia berhasil memimpin partainya kembali ke pemerintahan kurang dari lima tahun setelah partai tersebut mengalami kekalahan terburuk dalam hampir satu abad.
Dalam praktek politik Inggris yang brutal, dia akan mengambil alih kepemimpinan di 10 Downing St, kantor perdana menteri Inggris. beberapa jam setelah suara dihitung. Seiring dengan itu, pemimpin Partai Konservatif Rishi Sunak, tersingkir.
“Mandat seperti ini disertai dengan tanggung jawab yang besar,” Starmer mengakui dalam pidatonya di hadapan para pendukungnya. Dia mengatakan bahwa perjuangan untuk mendapatkan kembali kepercayaan masyarakat “adalah perjuangan yang menentukan usia kita.”
BACA JUGA: Pemilu Inggris Beri Harapan Bagi Pemilih Pemula MigranKetika berbicara di tengah krisis di London, ia mengatakan Partai Buruh akan menawarkan "secercah harapan, yang seperti matahari, awalnya pucat tetapi semakin kuat seiring berjalannya waktu."
Sunak mengakui kekalahannya, dan mengatakan bahwa para pemilih telah memberikan “putusan yang menyadarkan.”
Kemenangan dan Tantangan untuk Partai Buruh
Bagi Starmer, ini adalah kemenangan besar yang akan membawa tantangan besar, karena ia menghadapi para pemilih yang letih dan tidak sabar menanti perubahan di tengah kelesuan ekonomi, meningkatnya ketidakpercayaan terhadap institusi, dan tatanan sosial yang memburuk.
“Tidak ada yang berjalan baik dalam 14 tahun terakhir,” kata James Erskine, seorang pemilih di London, yang optimis akan adanya perubahan beberapa jam sebelum pemungutan suara ditutup. “Saya hanya melihat ini sebagai potensi pergeseran seismik, dan itulah yang saya harapkan.”
Anand Menon, profesor Politik Eropa dan Urusan Luar Negeri di King’s College London, mengatakan para pemilih di Inggris akan melihat perubahan besar dalam atmosfer politik dari gejolak “politik sebagai pantomim” dalam beberapa tahun terakhir.
“Saya pikir kita harus terbiasa lagi dengan pemerintahan yang relatif stabil, dengan menteri-menteri yang berkuasa dalam jangka waktu yang cukup lama, dan dengan kemampuan pemerintah untuk berpikir lebih jauh dari tujuan jangka pendek hingga jangka menengah,” katanya.
Inggris telah mengalami tahun-tahun yang penuh gejolak yang membuat banyak pemilih pesimistis terhadap masa depan negara mereka. Sebagian disebabkan oleh Partai Konservatif dan sebagian lagi tidak.
Keluarnya Inggris dari Uni Eropa yang diikuti oleh pandemi COVID-19 dan invasi Rusia ke Ukraina telah memukul perekonomian negara tersebut, sementara partai-partai yang melanggar lockdown yang diadakan oleh Perdana Menteri Boris Johnson dan stafnya menyebabkan kemarahan yang meluas.
BACA JUGA: Pemilu di Inggris: Partai Buruh Penuh Harapan, Partai Konservatif MurungPengganti Johnson, Liz Truss, semakin mengguncang perekonomian dengan paket pemotongan pajak drastis. Truss hanya bertahan selama 49 hari. Meningkatnya kemiskinan dan berkurangnya pelayanan publik telah menimbulkan keluhan mengenai "Broken Britain" atau "Inggris yang Ambruk."
Jajak pendapat menunjukkan Partai Buruh berpotensi memenangkan sekitar 410 dari 650 kursi di House of Commons, sedangkan Partai Konservatif tampaknya hanya akan mendapat 131 kursi.
Dengan mayoritas hasil yang masuk, gambaran luas mengenai kemenangan telak Partai Buruh sudah di depan mata, meskipun perkiraan penghitungan akhir bervariasi. BBC memproyeksikan Partai Buruh akan meraup 410 kursi dan Konservatif mendapat 144 kursi. [ft/rs]