Partai Demokrat Hadapi Tantangan Baru Setelah Biden Mundur dari Kampanye 2024

Wakil Presiden Kamala Harris berpidato dari Halaman Selatan Gedung Putih di Washington, 22 Juli 2024, dalam acara bersama atlet perguruan tinggi NCAA. Ini adalah penampilan publik pertamanya sejak Presiden Joe Biden mendukungnya menjadi capres Partai Demokrat. (Susan Walsh/AP)

Setelah berminggu-minggu penuh spekulasi dan tekanan kuat dari dalam Partai Demokrat, keputusan Presiden AS Joe Biden untuk mengakhiri kampanye pemilihannya kembali dan mendukung Wakil Presiden Kamala Harris sebagai penggantinya menimbulkan kejutan di seluruh negeri pada hari Minggu (21/7). 

Orang-orang berkumpul di jalan-jalan di luar Gedung Putih pada Minggu (21/7) malam, beberapa jam setelah pengumuman Presiden Biden, dan banyak yang menyatakan dukungan mereka terhadap keputusannya.

Trevor Higgins adalah pendukung Presiden Biden. “Bagi saya, Presiden Biden adalah presiden (dengan perhatian pada) iklim terhebat yang pernah kita miliki, dan dia memberikan kesempatan bagi kita untuk menghentikan perubahan iklim, dan saya akan selamanya berterima kasih atas hal itu,” jelasnya.

Pendukung Biden lainnya, seorang perempuan yang tidak menyebut namanya, ikut berkomentar. “Saya sangat menyukai, jika itu kata yang tepat, Joe Biden dan apa yang telah dia lakukan, dan saya ingin dia dikenang sebagai presiden yang sangat hebat. Dan, saya sepertinya agak takut bahwa kerapuhan kesehatannya akan mengalihkan pendapat orang tentang kehebatan itu.”

Biden tertinggal dari mantan presiden Partai Republik Donald Trump dalam survei-survei opini pemilih sebelum debat mereka yang disiarkan secara nasional lewat televisi bulan lalu.

Your browser doesn’t support HTML5

Partai Demokrat Hadapi Tantangan Baru setelah Biden Mundur dari Kampanye 2024

Penampilannya yang lemah dan terkadang terlihat bingung memicu kekhawatiran di kalangan anggota Kongres dari Partai Demokrat dan para pemimpin berpengaruh lainnya partai itu bahwa Biden yang berusia 81 tahun tidak hanya akan kalah dalam pertarungan ulang melawan saingannya pada tahun 2020, tetapi juga akan merugikan kandidat Demokrat lainnya dalam pemilihan penting untuk DPR dan Senat.

Gary Schmitt, peneliti senior di kelompok penelitian kebijakan American Enterprise Institute, mengatakan penarikan diri Biden mungkin telah meningkatkan peluang partainya, tetapi hal ini juga menimbulkan tantangan lain.

“Pertanyaan sebenarnya adalah apakah Kamala Harris, yang merupakan seorang Demokrat liberal dari California, akan memiliki kekuatan elektoral di negara bagian-negara bagian seperti Michigan, Pennsylvania dan Wisconsin, yang harus dimenangkan oleh Partai Demokrat untuk mempertahankan kursi kepresidenan,” sebutnya.

BACA JUGA: Pejabat Demokrat dan Para Donor Dukung Kamala Harris Setelah Biden Mundur

Peter Loge, profesor media dan hubungan masyarakat di Universitas George Washington, mengatakan Harris menghadapi perjuangan berat lainnya dengan hanya 106 hari atau kurang dari empat bulan tersisa sebelum pemilu pada 5 November mendatang.

“Bagian dari jajak pendapat yang kita lihat sekarang tentang Wakil Presiden Harris adalah bahwa dia tidak bernama Joe Biden, karena kebanyakan orang tidak mengenalnya. Dia terpilih dua kali di negara bagian California. Dia sangat pintar. Dia mantan jaksa. Dia jelas mencalonkan diri secara nasional ketika dia mencalonkan diri bersama Biden sebagai wakil presiden. Jadi dia tahu apa yang dia lakukan. Sebagian besar anggota Partai Demokrat mengenalnya, tetapi dia tidak memiliki profil nasional seperti yang dimiliki oleh Presiden Trump atau Presiden Biden,” komentarnya.

Harris bertekad untuk “melakukan segala sesuatu yang bisa dilakukannya” untuk menyatukan Partai Demokrat dan bangsa Amerika untuk mengalahkan Trump pada bulan November.

BACA JUGA: Kamala Harris Diproyeksikan Lebih Tegas terhadap Israel, tapi Konsisten pada NATO

Dia menarik banyak dukungan dari sesama anggota Partai Demokrat, termasuk beberapa orang yang dapat menantang pencalonannya pada konvensi Partai Demokrat bulan depan di Chicago.

Namun Gary Schmitt, peneliti senior dari American Enterprise Institute, mengatakan dukungan itu bukanlah sebuah kepastian.

“Maksud saya, Anda mungkin tidak menginginkan konvensi yang terbuka lebar, karena hal itu akan membuat partai terpecah belah, daripada hanya mendukung satu kandidat tertentu. Di sisi lain, mungkin ada banyak lembaga jajak pendapat dari Partai Demokrat yang bertanya-tanya apakah Kamala Harris benar-benar merupakan pilihan terbaik.” [lt/ab]