Partai Oposisi Desak Presiden Korsel Mundur Usai Umumkan Darurat Militer

Para legislator Korea Selatan menyaksikan layar televisi yang menyajikan tayangan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol mengumumkan akan mencabut status darurat militer, Rabu, 4 Desember 2024. (Foto: Yonhap/AFP)

Perkembangan tersebut mengindikasikan kepada banyak analis bahwa Yoon mungkin tidak bisa menyelesaikan sisa masa jabatannya sebagai presiden, yaitu lima tahun.

Anggota parlemen oposisi pada Rabu (4/12) menyerukan pengunduran diri Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol, beberapa jam setelah dia memberlakukan darurat militer secara singkat. Tindakan Yoon yang tak terduga itu mengguncang negara itu.

Partai Demokrat mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa tindakan Yoon merupakan “pelanggaran berat” terhadap konstitusi negara.

“Itu adalah tindakan pemberontakan yang serius dan memberikan alasan yang sempurna untuk pemakzulannya,” kata pernyataan itu.

Partai tersebut lebih lanjut mengatakan bahwa jika Yoon tidak mengundurkan diri, pihaknya akan “segera memulai proses pemakzulan sesuai dengan keinginan rakyat.”

BACA JUGA: Deplu Amerika Monitor Perkembangan di Korea Selatan dengan “Penuh Keprihatinan”

Kantor Yoon mengatakan, Rabu, bahwa penasihat senior dan sekretaris presiden menawarkan untuk mengundurkan diri.

Gejolak tersebut mengguncang pasar keuangan, menyebabkan indeks KOSPI turun lebih dari 2,3 persen pada awal perdagangan sebelum pulih pada tengah hari.

Dalam pidatonya pada Selasa (3/11) malam, Yoon membenarkan keputusannya dengan menyebutkan perlunya memberantas “kekuatan anti-negara” dan “melindungi tatanan demokrasi konstitusional.”

Kurang dari enam jam kemudian, setelah parlemen negara tersebut membatalkan keputusan darurat militer, Yoon menyerah. Dia mengatakan keputusan tersebut akan dicabut dan pasukan darurat militer ditarik.

Para pedemo mencoba memasuki kompleks parlemen yang dihalangi oleh para polisi di Seoul, Korea Selatan, Selasa, 3 Desember 2024. (Foto: Lee Jin-man/AP Photo)

Perkembangan ini mengejutkan para pengamat politik di Korea Selatan, yang merupakan sekutu Amerika Serikat. Korea Selatan terbiasa menghadapi kebuntuan politik, tetapi tidak terbiasa dengan tindakan drastis seperti itu. Pengumuman darurat militer pada Selasa menandai penerapan darurat militer pertama sejak Korea Selatan beralih ke demokrasi pada 1980an.

Dekret tersebut – yang bertujuan untuk melarang kegiatan politik dan menempatkan media di bawah kendali militer – memicu tanggapan keras di Majelis Nasional Korea Selatan, badan legislatif unikameral yang dikendalikan oleh lawan-lawan Yoon.

Sejak menjabat pada Mei 2022, Yoon, mantan kepala jaksa yang terkenal karena retorikanya yang blak-blakan, telah menghadapi pertarungan politik yang sengit dengan oposisi dan terus-menerus mendapat peringkat dukungan yang rendah.

Para pengkritiknya memanfaatkan tuduhan korupsi yang melibatkan istrinya, Kim Keon-hee, dan menuduhnya menganiaya media. Sebaliknya, Yoon sering menggambarkan para pengkritiknya sebagai simpatisan Korea Utara dan kekuatan "antinegara".

Para tentara darurat militer mencoba memasuki kompleks parlemen Korea Selatan di Seoul, Korea Selatan, Rabu, 4 Desember 2024. (Foto: Cho Sung-bong/Newsis via AP)

Pada Selasa (3/12) malam, 18 anggota Partai Kekuatan Rakyat (PPP) yang dipimpin Yoon memberikan suara yang mendukung pihak oposisi untuk membatalkan keputusan darurat militer.

Han Dong-hoon, ketua PPP, yang semakin kritis terhadap Yoon, mengatakan dalam sebuah pernyataan yang diunggah di media sosial bahwa “pernyataan darurat militer yang dikeluarkan presiden adalah salah” dan bahwa ia akan “bekerja sama dengan warga untuk menghentikannya.”

Perkembangan tersebut mengindikasikan kepada banyak analis bahwa Yoon mungkin tidak dapat menjalani sisa masa jabatannya sebagai presiden, yaitu lima tahun.

BACA JUGA: Pemberlakuan Hukum Militer di Korea Selatan Picu Kekacauan

"Ini adalah akhir dari kepresidenan Yoon. Titik," kata Karl Friedhoff, pengamat Korea untuk Chicago Council on Global Affairs.

“Satu-satunya pertanyaan adalah bagaimana masa kepresidenannya akan berakhir dan seberapa besar kekerasan yang akan terjadi.”

Choi Jong-kun, seorang profesor di Universitas Yonsei Seoul yang menjabat sebagai wakil menteri luar negeri pertama di bawah mantan Presiden Korea Selatan Moon-Jae-in, setuju bahwa pemakzulan Yoon “pasti” tidak dapat dihindari.

“Demokrasi Korea Selatan kokoh dan tidak tergoyahkan,” tambahnya.

“Ini adalah republik yang didukung oleh kekuatan terorganisasi yang terdiri dari warga negara yang sadar dan aktif yang siap membela nilai-nilainya.” [ft/rs]