Partai Republik Kecam Sikap Perusahaan AS Terkait UU Pemungutan Suara

Para pemilih memasukkan surat suara di tempat-tempat pemungutan suara pada Hari Pemilu di Jeffersontown, Kentucky, 3 November 2020. (Foto: Bryan Woolston/Reuters)

Undang-undang baru tentang pemungutan suara yang sedang dipertimbangkan oleh badan legislatif negara bagian di seluruh Amerika Serikat (AS) mengadu Partai Republik, yang secara tradisional ramah bisnis, dengan beberapa perusahaan besar di AS yang telah mengkritik legislasi yang diusulkan.

Partai Republik, yang mengatakan bahwa langkah-langkah tersebut diperlukan untuk meningkatkan integritas pemilu, telah menyalahkan para CEO perusahaan karena melibatkan diri. Namun, para pemimpin bisnis itu tampaknya tidak peduli.

Dalam beberapa hari terakhir, lebih dari 100 CEO dan tokoh senior lainnya dari perusahaan-perusahaan AS, termasuk nama-nama ikonik seperti Starbucks, Target, Levi Strauss, dan perusahaan penerbangan Delta, American, dan United, berkumpul secara virtual untuk membahas langkah-langkah dukungan publik yang membuat warga Amerika dapat memilih dengan lebih mudah.

Gerakan ini mengisyaratkan putusnya hubungan antara Partai Republik dan dunia bisnis yang sebagian besar mendukung kaum konservatif.

Perpecahan ini menimbulkan kemarahan para anggota Kongres dari faksi Republik.

Pemimpin Minoritas Senat Mitch McConnell, pejabat tertinggi partai hasil pemilihan, mengatakan, “saran saya kepada para CEO perusahaan Amerika adalah hindari politik.”

Dia menambahkan, “Korporasi akan mengundang konsekuensi serius jika menjadi kendaraan bagi massa ekstrem sayap kiri untuk membajak negara kita dari luar tatanan yang konstitusional.” [lt/em]