Realisasi investasi Indonesia sudah mencapai Rp678,7 triliun sepanjang enam bulan pertama 2023 di tengah ketidakpastian kondisi perekonomian global.
Menteri Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menjelaskan realisasi investasi selama semester I/2023 tumbuh sebesar 16,1 persen secara tahunan dan mencapai 48,5 persen dari total target Rp 1.400 triliun.
“Insyaallah, saya kok jadi optimis melewati satu semester. Saya optimistis bisa mencapai Rp1.400 triliun,” ujar Bahlil dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (21/7).
Penanaman modal asing (PMA) masih mendominasi realisasi investasi pada semester I/2023 dengan sumbangan sebesar 53,5 persen dari total realisasi investasi atau Rp363,3 triliun.
“Indonesia masih tetap menjadi salah satu negara tujuan para investor untuk menanamkan investasinya. Ini mencerminkan bahwa meski (kondisi) global, kita tahu semua, belum dalam posisi yang normal, tapi kepercayaan global kepada pemerintah Indonesia, itu cukup luar biasa,” paparnya.
China bukan nomor satu
Jika dilihat negara asal investasi, Singapura masih memuncaki daftar lima negara penanam investasi terbesar selama Januari hingga Juni 2023. Disusul oleh China dan Hong Kong di urutan kedua dan ketiga, serta Jepang di posisi keempat. Amerika Serikat berada di urutan kelima.
"Singapura tetap terus dan stabil karena uang orang Indonesia banyak di sana," ujar Bahlil.
Dia menambahkan negara asal investasi kini makin merata mencakup negara-negara lain, seperti India dan Eropa.
PMDN tumbuh pesat
Pada paruh pertama 2023, realisasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) mencapai Rp315,4 triliun atau menyumbang 46,5 persen dari total realisasi investasi semester I/2023.
Pertumbuhan realisasi PMDN pada paruh awal 2023 tumbuh mencapai 15% secara tahunan, sedangkan PMA tumbuh sebesar 17,1%.
“Sekalipun mayoritas investasi kita masih tetap asing, tapi investasi dalam negeri itu tumbuh cukup signifikan,” ujar Bahlil.
Konsisten kebijakan hilirisasi
Menilik dari sektor-sektor penyumbang investasi, industri logam dasar, barang logam, bukan mesin dan peralatannya masih penyumbang terbesar sepanjang Januari-Juni 2023, yaitu sebesar Rp89 trilliun.
Berikutnya, transportasi, gudang, dan telekomunikasi Rp79,1 triliun; pertambangan Rp71,4 triliun; perumahan, kawasan industri dan perkantoran Rp58,3 triliun, dan industri kimia dan farmasi Rp48,1 triliun.
Bahlil mengatakan hal itu menunjukkan bahwa kebijakan hilirisasi mineral masih berperan meski sejumlah negara dan lembaga-lembaga internasional meminta Indonesia untuk secara bertahap meninjau kembali pelarangan ekspor komoditas.
Dia merujuk pada keberatan sejumlah negara atas penerapan pelarangan ekspor mineral mentah, termasuk nikel.
“Jadi lembaga-lembaga ini tidak ingin Indonesia maju. Jika tidak ada manfaat untuk Indonesia, mereka tidak akan memberi rekomendasi. Jadi, kita akan konsisten dan akan memberi izin untuk mereka (investor) masuk,” ujarnya. [ft/rs]