Pasangan musisi dan penyanyi jazz asal New York Amerika Serikat tampil pada Festival Gamelan Yogyakarta 2015 yang diselenggarakan di Taman Budaya Yogyakarta selama tiga malam hingga Senin malam lalu.
Richard Bennet, pemain piano jazz yang tinggal di Brooklyn New York Amerika Serikat dan isterinya penyanyi jazz Paula Jeanine Bennet tampil pada malam terakhir Gamelan Jazz Festival ke-20 yang berlangsung di Taman Budaya Yogyakarta pada Senin malam (17/8).
Pada awalnya, Richard tampil berimprovisasi memainkan pianika dengan lagu berirama blues bersama musisi Asep Nata dari Bandung yang memainkan instrument musik tradisional.
Lalu, dilanjutkan dengan penampilan isterinya Pula Jeanine menyanyikan lagu rakyat berjudul Red River Valley, diiringi music gamelan dan instrument etnik dari sejumlah daerah di Indonesia. Lagu Red River Valley dibawakan secara medley dengan lagu Jawa berjudul (Burung) Cucakrowo yang memiliki irama sama dengan lagu Red River Valley.
Usai tampil di panggung, Paula Jeanine Bennet yang berteman dengan Asep Nata dari Bandung mengatakan ia sangat menikmati bisa tampil dalam festival Gamelan Yogyakarta. Apalagi bisa menyanyikan lagu yang populer di wilayah Barat Amerika dimana ia dibesarkan.
“Bisa tampil disini menyanyikan lagu yang menceritakan kisah masa kecil saya, yang kemudian saya sadari mirip dengan sebuah lagu Jawa, saya menyukai semangat simbiotik dari gabungan dua kebudayaan itu”, kata Paula Jeanine.
Sementara itu, Richard Bennet mengatakan ia tahu bahwa gamelan telah diajarkan di berbagai universitas di Amerika Serikat. Ia sendiri menyukai gamelan dari cara memainkannya secara bersama-sama yang sangat berbeda dari band pada ummnya.
“Saya sangat menyukai musik tradisional Indonesia ini karena saya suka bahwa setiap orang memainkan instrument untuk kelompok. Dan saya tidak pernah temukan model band seperti itu di Amerika Serikat. Saya sungguh tertarik dengan cara memainkan salahsatu intrumen pada gamelan”, kata Richard Bennet.
Yogyakarta Gamelan Festival yang tahun ini memasuki tahun ke-20 merupakan festival musik internasional yang memberikan wadah bagi pertemuan pemain dan pecinta gamelan dari berbagai negara.
Festival yang digagas oleh almarhum Sapto Raharjo, musisi yang mempopulerkan gamelan dalam bentuk yang lebih populer, berhasil menarik perhatian kalangan anak muda. Festival gamelan diselenggarakan berangkat dari keprihatinan kurangnya minat anak muda terhadap gamelan.
Ari Wulu, putera almarhum Sapto Raharjo yang meneruskan penyelenggaraan festival gamelan berjanji, Yogyakarta Gamelan Festival akan terus berlangsung pada tahun-tahun berikutnya.
“Gamelan adalah milik semua (orang) dan bertepatan dengan 17 Agustus kali ini Yogya Gamelan Festival mengajak teman-teman semua untuk proclaim bahwa gamelan adalah milik setiap orang. Tapi jangan berhenti disitu, seperti halnya Indonesia, kita masih akan berlanjut terus, kita akan memulai babak baru di jenjang selanjutnya Yogyakarta Gamelan Festival serta masyarakat pecinta dan penikmat gamelan semuanya,” kata Ari Wulu.
Festival juga diikuti kelompok gamelan dari Bandung, Kalimantan, Madiun, dari Australia serta kelompok anak-anak difabel (handicapped) maupun kelompok dari wilayah pedesaan seperti kelompok Gayatri asal Klaten Jawa Tengah pimpinan Sukisno. Menurut Sukisno, gamelan memberikan hiburan warga desa dengan berbagai latar belakang.
“Teman-teman yang main gamelan ini ada yang kerjaannya disawah, petani tembakau, tidak ada yang keturunan seniman sama sekali,” jelas Sukisno.
Ikut tampil pada Yogyakarta Gamelan festival adalah Ron Reeves, rekan almarhum Sapto Raharjo yang datang dari Australia, memainkan saxophone dan kendang bersama musisi gamelan dari Yogyakarta.