Pasca Bentrokan Antar Etnis, Sri Lanka dalam Keadaan Darurat

Pasukan Sri Lanka siaga di Digana, distrik Kandy, setelah terjadi bentrokan antar etnis, hari Selasa (6/3).

Sri Lanka memblokir akses ke situs-situs media sosial guna mencegah meluasnya aksi kekerasan terhadap Muslim, yang merupakan penduduk minoritas, sementara negara pulau di Asia Selatan itu tetap dalam keadaan darurat.

Presiden Sri Lanka Maithripala Sirisena mendeklarasikan negara dalam keadaan darurat dan memberlakukan keputusan itu hari Selasa, sehari setelah gerombolan etnis Sinhala pemeluk Budha menyerang beberapa masjid dan puluhan toko milik Muslim di distrik Kandy, di bagian tengah negara itu. Mayat seorang laki-laki muda Muslim yang terjebak kebakaran yang melalap toko kecil milik orangtuanya ditemukan oleh petugas pemadam kebakaran hari Selasa.

Kerusuhan itu dimulai hari Sabtu, ketika seorang pengemudi truk etnis Sinhala dilaporkan bentrok dengan sekelompok pemuda Muslim di Kandy. Pengemudi itu meninggal akibat luka-lukanya keesokan harinya.

Penyedia layanan internet hari Rabu (7/3) mulai memblokir akses ke Facebook, Instagram dan WhatsApp setelah bermunculan pesan, berisi ancaman penyerangan lebih lanjut terhadap umat Islam.

Serangan sporadis berlanjut hari Rabu di wilayah itu meskipun negara dinyatakan dalam keadaan darurat. Polisi memberlakukan jam malam secara ketat di sebagian besar wilayah tersebut dalam upaya meredakan situasi.

Sri Lanka tetap terpecah dalam kelompok agama dan etnis sejak berakhir perang saudara selama 36 tahun pada tahun 2009, ketika pasukan pemerintah menumpas pemberontakan oleh minoritas etnis Tamil yang hendak mendirikan negara sendiri. Etnis Budha Sinhala yang bergaris keras menuduh Muslim menyerang tempat-tempat suci Budha dan memaksa orang memeluk Islam.

Dalam cuitannya di Twitter hari Selasa, Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe mengutuk "tindakan rasis dan kekerasan" itu. Ia menulis, "Sebagai bangsa yang mengalami perang brutal, kita semua menyadari nilai-nilai perdamaian, rasa hormat, persatuan & kebebasan."

Kedutaan Besar Amerika di Kolombo mendesak pemerintah segera bertindak terhadap pelaku penyerangan, melindungi hak-hak pemeluk agama minoritas dan mencabut keadaan darurat sesegera mungkin. [ka/jm]