Mantan Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla meminta pemerintah untuk menunda pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak pada 9 Desember 2020. Seruan itu dia sampaikan karena makin bertambahnya jumlah orang yang terinfeksi virus Covid-19.
Kalla merasa khawatir pelaksanaan kampanye dengan jumlah orang yang dibatasi tidak boleh lebih dari 50 tersebut akan sulit untuk dilaksanakan.
"Kalau memang sulit, dan kelihatannya susah untuk mencegah pengumpulan orang hanya 50, sesuai dengan aturan yang dikeluarkan oleh masing-masing gubernur, maka manfaat kepada masyarakat, bisa ditunda," kata Kalla.
Seruan untuk menangguhkan Pilkada serentak yang bakal dilangsungkan di 270 daerah juga disampaikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Komisi tersebut menilai ada landasan yuridis yang kuat untuk menangguhkannya karena perebakan virus corona belum terkendali. Jika terus dilakukan, maka justru berpotensi melanggar hak asasi manusia, yaitu hak untuk hidup, hak atas kesehatan, dan hak atas rasa aman.
Dari data yang dirilis Komisi Pemilihan Umum (KPU) terdapat 60 orang bakal pasangan calon yang positif terinfeksi Covid-19.
Arief Budiman, Ketua KPU sebagai penyelenggara Pilkada 2020, juga terinfeksi Covid-19, dan saat ini menjalani karantina mandıri di rumahnya.
Arief menjalani tes usap (swab test) pada tanggal 17 September, sebagai syarat untuk mengikuti rapat yang membahas persiapan pelaksanaan Pilkada serentak 2020 di Istana Bogor, yang direncanakan berlangsung pada 18 September. Arief akhirnya digantikan anggota KPU lainnya. Sementara seluruh kantor KPU ditutup hingga 22 September untuk didisinfeksi.
Selain Arief Budiman, sebelumnya dua komisioner KPU lainnya, yaitu Evi Novida Ginting Manik dan Pramono Ubaid Tanthowi, juga tertular Covid-19.
BACA JUGA: Menegakkan Benang Basah Protokol Kesehatan Covid-19 di Pilkada SerentakPerludem: Aktivitas Pilkada Rawan Jadi Titik Baru Perebakan
Peneliti dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Heroik Pratama, mengatakan pelaksanaan Pilkada memiliki banyak aktivitas yang sangat rawan menjadi titik baru penularan Covid-19. Ini mencakup interaksi antarpenyelenggara, penyelenggara dengan peserta, penyelenggara dengan pemilih, termasuk peserta Pilkada dengan pemilih.
Isyarat “bahaya” ini sebetulnya sudah ditunjukkan ketika tahapan pendaftaran pasangan calon kepala daerah beberapa waktu lalu.
Perludem, tegas Heroik, telah mendesak KPU, DPR, dan pemerintah untuk segera berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), terutama Satgas Penanganan Covid-19. Selain itu KPU, DPR dan pemerintah juga diminta membuat indikator yang terukur berbasiskan data, dan informasi.
“Sesegera mungkin KPU, Bawaslu, Komisi II, dan pemerintah harus melakukan pertemuan bagaimana menindaklanjuti tata kelola penyelenggara Pemilu di tengah pandemi Covid-19 ini. Jangan sampai komitmen itu hanya muncul secara lisan saja,” ujar Heroik.
Pemerintah Diserukan Terbitkan Perppu
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, mendorong pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang berkaitan dengan pemilihan kepala daerah.
Menurutnya jika pemerintah bisa kembali mengeluarkan Perppu Pilkada dalam waktu dekat, peraturan KPU yang terkait dengan kampanye bisa disesuaikan dengan protokol kesehatan.
Undang-undang Pilkada saat ini, tambahnya, hanya mengatur berbagai hal dalam situasi normal, dan belum mengatur situasi bencana non-alam, seperti pandemi seperti sekarang ini.
Pilkada serentak pada 9 Desember nanti akan dilangsungkan di 270 daerah, yang mencakup sembilan pemilihan tingkat provinsi, 224 tingkat kabupaten, dan 37 kota. [fw/em]