Ada terobosan menarik yang diberlakukan oleh desa-desa di Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah agar anak-anak usia sekolah tetap belajar selama masa pandemi Covid-19, yaitu dengan menerapkan “Jam Belajar Masyarakat.”
Diprakarsai oleh Save The Children Indonesia, penerapan jam belajar masyarakat sejak Mei lalu itu bertujuan agar dalam masa pandemi anak-anak tetap belajar ditemani orang tua maupun oleh kehadiran guru kunjung di desa.
BACA JUGA: Kombinasi Belajar Online-Offline Dinilai Lebih Efektif untuk Tahun Ajaran BaruWiwied Trisnadi, Senior Field Manager Save The Children Indonesia di Donggala, Sulawesi Tengah kepada VOA mengatakan ada orang tua yang menganggap belajar di rumah adalah libur bagi anak-anak. Akibatnya, sudah mulai banyak orangtua yang melibatkan anak-anak mereka dalam aktivitas ekonomi, misalnya ke ladang atau kebun.
“Orangtua harus betul-betul meluangkan waktu yang disepakati, misalnya, jam 9 sampai jam 11, itu betul-betul orangtua tidak bekerja. Tujuannya agar orang tua menemani anaknya belajar. Ini yang menjamin dalam situasi pandemi pun hak anak-anak atas pendidikan tetap terpenuhi,” papar Wiwied dihubungi VOA pekan lalu.
Ada 10 desa yang sudah menerapkan "jam belajar masyarakat", yaitu desa Ketong, Rano, Palau, Malei, Manimbaya di Kecamatan Balaesang Tanjung. Desa dampal, Tompe dan Lende Tovea di Kecamatan Sirenja. Desa Labean dan desa Tambu di Kecamatan Balaesang. Pemerintah desa masing-masing mengeluarkan surat keputusan pemberlakukan jam belajar.
BACA JUGA: Tahun Ajaran Baru, 218 ribu Sekolah Negeri dan Swasta Terapkan Belajar Jarak Jauh"Mereka mengeluarkan SK, memasang iklan bahkan ada yang sampai menutup jalan keluar masuk desa," imbuh Wiwied.
Jam belajar yang diterapkan berbeda dari satu desa dengan yang lain karena disesuaikan dengan kesepakatan bersama dengan para orang tua agar tidak mengganggu aktivitas ekonomi masyarakat. Inisiatif itu difokuskan pada kelas-kelas awal, kelas-kelas transisi, dan anak-anak yang mengalami kesulitan.
Your browser doesn’t support HTML5
"Kelas awal itu, misalnya, kelas satu (dan) kelas dua karena mereka butuh banyak pendampingan, mulai belajar membaca berhitung, atau kelas transisi menjelang kelas 6, atau SMP yang akan naik ke SMA. Ini menjadi fokus-fokus mereka (guru kunjung) untuk lebih di dampingi,” jelas Wiwied.
Memudahkan Jadwal Guru Kunjung
Bagi Ismawati seorang guru honorer di SDN 1 desa Malei Kecamatan Balaesang Tanjung, Donggala, penentuan waktu jam belajar masyarakat oleh pemerintah desa itu memudahkan koordinasi antara guru dengan orang tua untuk penjadwalan kegiatan belajar anak-anak mereka. Di desa itu anak-anak biasa dibawa orangtua mereka ke kebun.
Ismawati biasa berkunjung ke desa Malei untuk mengajari anak-anak yang diantaranya baru belajar membaca dan menulis.
“Mereka harus dikunjungi secara terus menerus karena kita mengajarkan mereka dari dasar, apalagi Sekolah Dasar. Jadi kita harus dampingi, kita ajarkan sebagaimana kita mengajar di kelas," ungkap Ismawati yang menjadi guru honorer sejak 2018.
Secara terpisah, dalam diskusi webinar yang diselenggarakan oleh Save The Children Indonesia pekan lalu, Kasmudin, pelaksana tugas Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Donggala mengakui sebagian besar kegiatan belajar dari rumah di wilayah itu dilakukan secara luring dengan memaksimalkan guru kunjung ke rumah-rumah siswa. Kendala penerapan belajar secara daring dikarenakan keterbatasan jaringan internet serta tidak semua orang tua mampu membeli handphone android dan paket data internet.
Kebijakan “Jam Belajar Masyarakat” yang dikuatkan dengan peraturan desa membuat para guru kunjung bisa melakukan pemetaan dan penjadwalan waktu mengajar di desa-desa yang umumnya berada jauh dari kota.
BACA JUGA: Mendikbud Nadiem Putuskan Buka Sekolah di Zona Hijau“Akhirnya pelaksanaanya bisa terarah dan dipetakanlah siswa dalam satu kelompok, guru kunjungnya bisa mengajar sampai 5 orang,” tambahnya.
Untuk mencegah terus meluasnya perebakan Covid-19 kegiatan belajar secara berkelompok, maksimal melibatkan lima siswa yang rumahnya berdekatan dengan menerapkan protokol kesehatan. Guru yang datang mengajar ke rumah-rumah adalah guru bertempat tinggal di wilayah desa atau kecamatan yang sama serta tidak memiliki sejarah perjalanan ke daerah zona merah. [yl/em]