Paus Adakan Pertemuan Pertama dengan Korban Kekerasan Seksual

Paus Fransiskus dalam sebuah audiensi di alun-alun Santo Petrus di Vatikan (25/6). (Reuters/Alessandro Bianchi)

Enam korban dari Irlandia, Inggris dan Jerman, akan menghadiri misa privat pagi di kediaman Paus di Vatikan dan bertemu dengannya setelah itu.

Paus Fransiskus mengadakan pertemuan pertamanya dengan para korban kekerasan seksual oleh pastor Senin (7/7), sebuah langkah yang menurut beberapa pihak seharusnya dilakukan sejak lama, dan para korban dari negara asalnya Argentina mengatakan mereka terluka karena tidak diikutsertakan dalam pertemuan tersebut.

Enam korban, masing-masing dua orang dari Irlandia, Inggris dan Jerman, akan menghadiri misa privat pagi di kediaman Paus di Vatikan dan bertemu dengannya setelah itu, menurut orang-orang yang mengorganisir pertemuan tersebut.

Paus mengatakan ia akan memperlihatkan toleransi nol untuk siapa pun di Gereja Katolik yang melakukan kekerasan terhadap anak, termasuk uskup, dan membandingkan kekerasan seksual terhadap anak-anak oleh pemimpin agama sebagai “misa Setan.”

Namun ia juga dikecam para kelompk korban karena mengatakan dalam sebuah wawancara tahun ini bahwa Gereja Katolik Roma telah melakukan lebih dari organisasi manapun untuk memangkas pedofil dari hierarki gereja.

Mengapa Paus menunggu sampai 16 bulan sejak dipilih pada Maret 2013 untuk bertemu para korban tidak jelas, terutama karena pendahulunya, mantan Paus Benediktus, bertemu beberapa kali dengan mereka dalam perjalanan-perjalanannya di luar Italia.

“Saya kira sangat penting bagi Paus bertemu para korban. Kita tahu bahwa paus yang satu ini penuh kasih sayang dan menolak bertemu dengan para korban sejauh ini bertentangan dengan pengampunan yang ia perlihatkan pada begitu banyak pihak yang termarjinalkan. Ini sesuatu yang perlu diperbaiki,” ujar Anne Doyle dari Bishops Accountability, sebuah pusat dokumentasi kekerasan dalm Gereja Katolik.

Para kelompok korban mengatakan paus tidak konsisten dalam menghadapi kasus-kasus kekerasan di Argentina ketika ia menjadi uskup agung di Buenos Aires, dan para korban dari negara itu mengiriminya surat, menanyakan mengapa ia tidak diundang. (Reuters/Philip Pullella)