Paus Disebut Tawarkan Perlindungan bagi Politisi Myanmar Suu Kyi untuk Tinggal di Vatikan

Paus Fransiskus (kiri) berbicara dengan pemimpin sipil Myanmar Aung San Suu Kyi (kanan) selama pertemuan mereka di Naypyidaw pada tanggal 28 November 2017. (Foto: AFP)

Aung San Suu Kyi (78 tahun) sedang menjalani hukuman penjara selama 27 tahun karena berbagai tuduhan, termasuk kasus korupsi dan pelanggaran pembatasan pandemi COVID.

Paus Fransiskus menawarkan perlindungan kepada Aung San Suu Kyi, mantan pemimpin Myanmar yang ditahan, dengan mengizinkannya tinggal di wilayah Vatikan, menurut laporan media Italia pada Selasa (24/9).

"Saya meminta pembebasan Aung San Suu Kyi dan saya bertemu putranya di Roma. Saya mengusulkan kepada Vatikan untuk memberinya perlindungan di wilayah kami," kata Paus menurut laporan pertemuan dengan para Yesuit di Asia selama perjalanannya ke sana pada awal bulan ini.

Harian Corriere della Sera menerbitkan artikel yang ditulis oleh pendeta Italia Antonio Spadaro, yang mengutip hasil pertemuan pribadinya dengan Paus di Indonesia, Timor Timur, dan Singapura antara 2 dan 13 September.

"Kita tidak bisa tinggal diam melihat situasi di Myanmar saat ini. Kita harus melakukan sesuatu," Paus mengatakan hal itu, sebagaimana dikutip Harian Corriere della Sera.

BACA JUGA: Junta Myanmar Tolak Permintaan Mantan Pemimpin Kamboja untuk Temui Suu Kyi

"Masa depan negara Anda seharusnya menjadi masa depan yang damai, yang berlandaskan pada penghormatan terhadap martabat dan hak setiap individu, serta penghormatan terhadap sistem demokrasi yang memungkinkan setiap orang berkontribusi pada kebaikan bersama."

Suu Kyi, yang berusia 78 tahun, sedang menjalani hukuman penjara selama 27 tahun karena berbagai tuduhan, termasuk kasus korupsi dan pelanggaran pembatasan pandemi COVID.

Pada 2015, Partai Liga Nasional untuk Demokrasi yang dipimpin Suu Kyi, berhasil memenangkan pemilihan umum yang diselengarakan secara demokratis untuk pertama kalinya di Myanmar dalam 25 tahun terakhir.

Ia ditangkap saat junta militer melakukan kudeta pada 2021. Media lokal melaporkan bahwa ia mengalami masalah kesehatan selama penahanannya.

BACA JUGA: Junta Myanmar Blokir Komunikasi Aung San Suu Kyi dengan Putranya

Peraih Nobel Perdamaian 1991 itu pernah dinobatkan sebagai pelopor hak asasi manusia.

Namun, pada 2017, ia kehilangan dukungan dari para komunitas internasional setelah dituduh berdiam diri, tidak menghentikan penganiayaan militer terhadap minoritas Rohingya, yang sebagian besar merupakan Muslim di negara tersebut.

PBB sedang menyelidiki kemungkinan terjadinya genosida terkait tindakan represif tersebut, menurut laporan dari para pengungsi Rohingya di Bangladesh.

Sejak kudeta 2021, Myanmar yang mayoritas penduduknya beragama Buddha menjadi ricuh. Junta militer berusaha berhadapan dengan kelompok pemberontak etnis serta pasukan pro-demokrasi. [ah/rs]