Paus Fransiskus Bertemu Komunitas Muslim di Afrika Tengah

  • Associated Press

Paus Fransiskus menyapa warga yang mengungsi di gereja Saint Sauveur, di ibukota Bangui, Republik Afrika Tengah (29/11). (Reuters/Siegfried Modola)

Dalam pernyataannya kepada imam masjid, Paus mengatakan bahwa Muslim dan Kristen adalah bersaudara dan seharusnya bersikap seperti itu.

Paus Fransiskus mengunjungi komunitas Muslim di ibukota Republik Afrika Tengah hari Senin (30/11) untuk membawa pesan rekonsiliasi kepada masjid utama kota itu, menekankan bahwa kelompok Kristen dan Muslim telah lama hidup berdampingan bersama di sini dan agama tidak pernah menjustifikasi kekerasan.

Dengan keamanan yang ketat, Paus menyeberang ke daerah PK5 tempat Muslim Bangui diblokade, tidak dapat meninggalkan tempat itu karena para pejuang milisia Kristen yang bersenjata mengelilingi mereka.

Paus bersikeras datang ke daerah itu untuk menyerukan perdamaian di negara di mana kekerasan Kristen-Muslim selama dua tahun telah membagi ibukota dan memaksa hampir satu juta orang untuk meninggalkan rumah mereka.

​Dalam pernyataannya kepada imam masjid, Paus mengatakan bahwa Muslim dan Kristen adalah bersaudara dan seharusnya bersikap seperti itu.

"Kristen dan Muslim dan umat agama tradisional telah hidup damai selama bertahun-tahun," ujarnya. "Bersama, kita mengatakan tidak untuk kebencian, dendam dan kekerasan, terutama yang dilakukan atas nama agama atau Tuhan."

Imam masjid, Tidiani Moussa Naibi, berterima kasih pada Paus atas kunjungannya, yang menurutnya "simbol yang kami semua pahami."

Sebelumnya, Paus berkunjung ke Kenya dan Uganda. Ia memimpin Misa terakhir di stadion olahraga Bangui, Senin (30/11) sebelum kembali ke Roma.

Republik Afrika Tengah menghadapi konflik tahun 2013 ketika para pemberontak Muslim menggulingkan presiden Kresiten. Ketika pemimpin pemberontak turun dari kekuasaan tahun berikutnya, reaksi cepat dan buruk terhadap warga sipil Muslim terjadi.

Selama bulan-bulan awal 2014, kelompok preman menyerang Muslim di jalanan, bahkan memenggal kepala dan membakar mayat-mayat. Puluhan ribu warga sipil Muslim melarikan diri ke negara tetangga Chad dan Kamerun. Saat ini, ibukota yang sebelumnya memiliki 122.000 penduduk Muslim sekarang hanya tersisa sekitar 15.000 orang, menurut Human Rights Watch. [hd]