Paus Fransiskus membuka tahun baru dengan seruan doa bagi Nikaragua. Dia mengungkapkan keprihatinannya yang mendalam atas “perampasan kebebasan” dari para uskup dan imam di sana, dan mendesak agar “jalan dialog selalu diupayakan untuk mengatasi kesulitan.”
“Saya prihatin dengan kejadian di Nikaragua, di mana kebebasan para imam dan uskup telah dirampas. Saya mengungkapkan kedekatan saya dengan keluarga dan masyarakat, dan saya mengajak Anda semua yang hadir di sini dan seluruh umat Tuhan untuk berdoa dan mengharapkan perdamaian untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ini. Mari kita berdoa untuk Nikaragua,” jelasnya.
Para pengamat mengatakan Paus menggunakan pidatonya pada Hari Tahun Baru untuk menjelaskan tindakan keras yang semakin meningkat yang dilakukan oleh pemerintahan Presiden Daniel Ortega terhadap Gereja Katolik di Nikaragua, di mana para rohaniwan ditangkap, stasiun-stasiun radio Katolik dan sebuah universitas ditutup, para misionaris diusir, dan perayaan keagamaan dibatasi.
Jason Problete adalah seorang pengacara Katolik di AS yang berspesialisasi dalam isu-isu kebebasan beragama internasional. Dia mengatakan kepada VOA bahwa tidak ada oposisi yang benar-benar berfungsi di Nikaragua, sebuah negara yang mayoritas penduduknya beragama Katolik, dan hal ini telah menjadikan Gereja Katolik sebagai sasaran pemerintahan Daniel Ortega ketika sanksi internasional mulai dirasakan.
“Gereja Katolik adalah sasaran empuk bagi Ortega. Para pastor, sayangnya, tidak ingin terlibat dalam politik. Namun mereka terpaksa melakukan hal tersebut karena rakyat Nikaragua sedang mencari kepemimpinan di Nikaragua. Terdapat masyarakat sipil di luar Nikaragua, namun mereka tidak mempunyai pengaruh di dalam Nikaragua. Ke mana orang-orang selanjutnya pergi? Gereja Katolik masih merupakan kekuatan yang harus diperhitungkan,” sebutnya.
Para pengamat menunjuk pada memburuknya hubungan antara Gereja Katolik dan pemerintahan Ortega selama berlangsung protes terhadap reformasi jaminan sosial pada tahun 2018. Ortega menuduh umat Katolik mendukung oposisi dalam demonstrasi, setelah gereja melindungi para pengunjuk rasa. Siapa pun yang dipandang sebagai pengkritik pemerintah akan sangat ditekan, kata para analis.
Pengacara internasional Problete melihat Ortega menjalankan kebijakan sayap kiri Sandinista terhadap Gereja Katolik. Pada tahun 1979, Ortega memimpin revolusi Sandinista, yang menggulingkan kediktatoran Anastasio Somoza Debayle. Namun setelah kalah dalam pemilu tahun 1990, Ortega kembali menjadi presiden pada tahun 2007. Analis seperti Problete mengatakan dia telah memadamkan semua oposisi.
“Tujuan utama Sandinista adalah memberantas Gereja Katolik. Ini adalah kata-kata mereka. Mereka tidak menginginkan Gereja Katolik di Nikaragua,” sebutnya.
Martha Patricia Molina, seorang pengacara Nikaragua dan penulis studi “Nicaragua: A Persecuted Church?” (Nikaragua: Gereja yang Dianiaya?”) melaporkan bahwa pemerintahan Ortega telah melakukan lebih dari 770 penangkapan, penyerangan, penyitaan properti, dan intimidasi terhadap Gereja Katolik, termasuk “larangan prosesi keagamaan, doa, misa di makam,” serta pesan kebencian, sejak tahun 2018. [lt/jm]