Pawai di Washington Mengenang Pidato 'I Have A Dream'

Peringatan 60 tahun "March On Washington" dan pidato bersejarah "I Have a Dream" oleh Martin Luther King Jr di monumen Lincoln Memorial di Washington D.C, hari Sabtu (26/8).

Enam puluh tahun lalu, setelah berpawai di Washington (March on Washington), Martin Luther King Jr. menyampaikan pidatonya, salah satu yang paling bersejarah di dunia. Impian King akan Amerika yang menjunjung kesetaraan sejati dianggap sebagai momen penting dalam gerakan hak-hak sipil.

Ribuan orang berbaris di jalan-jalan Washington, Sabtu, 26 Agustus, untuk memperingati 60 tahun March on Washington atau Pawai di Washington. Ini adalah peristiwa penting dalam gerakan hak-hak sipil Amerika pada 1960an di mana Martin Luther King Jr, dikenal dengan singkatan MLK, menyampaikan pidatonya yang bersejarah “I Have A Dream.”

Sejumlah aktivis berbicara di Lincoln Memorial – salah satu ikon kota Washington yang 60 tahun lalu menjadi latar belakang seruan MLK yang disampaikan dengan penuh semangat akan kesetaraan. Para pegiat menekankan bahwa lebih banyak pekerjaan yang perlu dilakukan di tengah iklim politik saat ini.

Aktivis hak-hak sipil, Al Sharpton mengatakan, "Enam puluh tahun lalu, Martin Luther King berbicara tentang mimpi. Enam puluh tahun kemudian, kita adalah para pemimpi."

Ia menambahkan, "Masalahnya adalah, kita menghadapi para manipulator. Para pemimpi pada satu sisi, para manipulator pada sisi lain. Para pemimpi berjuang untuk hak pilih. Para manipulator mengubah peraturan bagi pemilih di negara bagian-negara bagian. Para pemimpi membela hak perempuan untuk memilih. Para manipulator berdebat apakah akan mengizinkan aborsi ketika usia kandungan enam minggu atau 15 minggu.”

Martin Luther King III, putra MLK, juga berbicara pada rapat umum tersebut. “Saya sangat prihatin atas arah yang akan diambil negara kita karena bukannya maju, rasanya malah mundur. Pertanyaannya adalah apa yang akan kita lakukan?”

Peserta rapat umum Yvonne Clifton Young menyampaikan sentimen serupa. Ia mengatakan bahwa Amerika bergerak maju tetapi pada saat yang sama bergerak mundur.

Ia menjelaskan, “Kita merasa telah mencapai sesuatu, tetapi selalu ada seseorang yang mengingatkan dari mana kita berasal. Itu adalah langkah maju sekaligus langkah mundur karena sebagian orang tidak ingin kita maju."

Lebih dari 250.000 orang bergabung dalam demonstrasi yang disebut March on Washington pada 1963. Demonstran menuntut diakhirinya diskriminasi berdasar ras, warna kulit, agama, jenis kelamin atau asal negara.

Dr. Martin Luther King Jr., dalam pidatonya "I Have a Dream" di depan ribuan pendukung hak-hak sipil yang berkumpul di Washington DC pada 28 Agustus 1963.

Presiden Joe Biden dan Wakil Presiden Kamala Harris, Senin, akan bertemu penyelenggara pawai. Pertemuan serupa dilakukan antara penyelenggara pawai dan pemerintahan Presiden John F. Kennedy pada 28 Agustus 1963.

Pada tahun itu, restoran dan kran air minum terpisah untuk warna kulit, umum didapati di sebagian besar wilayah di bagian Selatan Amerika Serikat. Pada tahun yang sama, polisi Birmingham, negara bagian Alabama, mengerahkan anjing penyerang dan semprotan air bertekanan tinggi dari selang pemadam kebakaran ke pengunjuk rasa damai.

Pawai di Washington menandai 100 tahun peristiwa bersejarah di mana pada 1 Januari 1863, Presiden Abraham Lincoln menghapus perbudakan, membebaskan semua budak di negara bagian-negara bagian yang kala itu memberontak menentang pemerintah di Washington. Pawai tersebut menyoroti bahwa masih banyak hal yang perlu dilakukan untuk hak-hak sipil. Demonstran menuntut pengesahan rancangan undang-undang hak-hak sipil yang dicanangkan Presiden Kennedy.

Your browser doesn’t support HTML5

Pawai di Washington Mengenang Pidato 'I Have A Dream'

King memiliki visi untuk melakukan perubahan sangat besar bagi Amerika. Kepiawaiannya berpidato membuat massa bersorak atas gagasannya untuk masyarakat yang lebih adil: "Amerika (bagaikan) memberi cek kepada orang-orang Negro, (tetapi) cek tersebut dikembalikan karena 'dana dalam rekeningnya tidak mencukupi."

“Saya bermimpi bahwa suatu hari nanti bangsa ini akan bangkit dan mewujudkan makna sebenarnya dari keyakinan mereka: Kami memegang teguh kebenaran bahwa semua manusia diciptakan setara,” ujar King dalam akhir pidatonya.

Pawai di Washington tersebut dan pertemuan di Gedung Putih dengan Presiden Kennedy membantu menekan Kongres untuk mengesahkan undang-undang Hak-Hak Sipil pada 1964 dan Hak Pilih pada 1965. [ka/em]