Pawai LGBT+ dari London ke New York, Serukan Diakhirinya Rasisme

Tokoh veteran hak-hak LGBT+ Inggris, Peter Tatchell, mengikuti pawai Pride di London, 27 Juni 2020.

Ribuan orang mengikuti pawai Pride akhir pekan ini di sejumlah negara, menyerukan penghentian rasisme kepada komunitas LGBT+ dan menuntut keadilan sosial.

Acara-acara Pride untuk merayakan hak-hak LGBT+ diadakan di seluruh dunia selama Juni. Sebagian besar kegiatan sebenarnya telah dibatalkan atau dialihkan menjadi daring tahun ini akibat pandemi virus korona. Namun munculnya protes-protes terkait keadilan rasial memicu diselenggarakannya acara-acara tatap muka.

Berbagai studi memperlihatkan warga LGBT+ non-kulit putih lebih rentan akan kekerasan dan kemiskinan. Sebuah survei yang dilakukan oleh Stonewall/YouGov pada 2018 juga mendapati bahwa separuh dari warga Inggris LGBT+ yang berkulit hitam, Asia dan minoritas lain mengalami diskriminasi dari para anggota komunitas mereka sendiri.

"Masih sangat jamak," kata Kwamina Theo Amihyia, yang mengikuti pawai Black Trans Lives Matter di London.

"Sejauh kami melangkah, banyak kemajuan yang dibuat untuk para anggota komunitas (LGBT+) yang berkulit putih dan kami masih dianggap sebagai warga kelas dua."

Ketidaksetaraan rasial di seluruh dunia telah disorot menyusul kematian George Floyd, 46, dalam tahanan polisi di AS pada 25 Mei.

Banyak kelompok-kelompok LBGT+ merilis pernyataan-pernyataan mendukung protes-protes pasca kematian Floyd, merujuk pada kelahiran gerakan hak-hak LGBT+ di Stonewall Inn di New York 51 tahun lalu yang muncul untuk melawan kebrutalan polisi.

"Sebagai seorang queer, saya menghadapi rasisme dari komunitas queer sendiri -- waktunya kita hapuskan," kata Patrick King kepada Thomson Reuters Foundation ketika dia berpawai di London. Pawai Black Trans Lives Matter adalah satu dari beberapa kegiatan yang direncanakan akhir pekan ini untuk mendukung Black Lives Matter. [vm/ft]