Polisi menggunakan gas air mata secara luas dalam upaya menghentikan para pengunjuk rasa. Namun, ratusan pengunjuk rasa berhasil mencapai alun-alun pusat di ibu kota Pakistan.
Pihak berwenang mengatakan bentrokan dengan pengunjuk rasa telah mengakibatkan kematian sedikitnya empat aparat penegak hukum dan melukai banyak lainnya.
Partai pimpinan Khan, Pakistan Tehreek-e-Insaf (PTI), mengatakan para pendukungnya tidak terlibat dalam serangan terhadap pasukan keamanan. Partai itu malah menuduh polisi menembakkan peluru tajam ke arah pengunjuk rasa dan menewaskan tiga di antaranya sementara banyak lainnya yang terluka.
Kekerasan maut itu terjadi sewaktu ribuan pendukung PTI tiba di Islamabad pada Senin malam untuk rencana aksi duduk di alun-alun paling terkenal di kota itu, yang dikenal sebagai D-Chowk, hingga tuntutan mereka dipenuhi.
Ali Amin Gandapur, ketua menteri provinsi Khyber Pakhtunkhwa di bagian barat laut yang diperintah oleh partainya Khan, berpidato kepada para pendukung PTI tidak lama setelah tiba di arena protes.
“Kita tidak akan kembali dari D-Chowk sampai Imran Khan memerintahkan kita untuk melakukan itu. Mari kita berunjuk rasa secara damai ... Ini negara kita,” kata Gandapur.
Berbagai laporan dan saksi mata mengatakan kematian tiga aparat penegak hukum dan seorang pengunjuk rasa terjadi ketika sebuah kendaraan polisi diduga bertabrakan dengan kerumunan aktivis PTI dan pasukan keamanan sewaktu mundur dari unjuk rasa besar-besaran karena mereka kehabisan gas air mata.
Tetapi PM Pakistan Shehbaz Sharif dan para pejabat keamanan pemerintahannya menyangkal laporan mengenai tabrakan kendaraan itu dan menyalahkan pengunjuk rasa yang sengaja menargetkan pasukan keamanan yang menewaskan tiga di antaranya sementara seorang lainnya luka “parah.”
“Ini bukan protes damai. Ini ekstremisme,” kata kantor Sharif mengutip pernyataannya.
Pengunjuk rasa juga menyerang wartawan media lokal dan asing yang meliput unjuk rasa, melukai sedikitnya satu orang di antara mereka.
PTI meluncurkan pawai protes itu hari Minggu sebagai bagian dari kampanyenya untuk menuntut pembebasan Khan, serta selusin anggota partai yang dituduh ditahan tanpa melalui proses pengadilan. Partai oposisi juga menuntut pengunduran diri Sharif dan pemerintah koalisinya, dengan mengatakan pemilihan Februari lalu yang menempatkan mereka pada tampuk kekuasaan telah dicurangi.
Selama beberapa hari terakhir, pihak berwenang Pakistan telah membarikade jalan-jalan utama di Islamabad, mengacaukan layanan internet seluler, menutup sekolah-sekolah, dan mengerahkan ribuan aparat keamanan yang mengenakan seragam antihuru-hara. Mereka juga melarang rapat-rapat umum publik dan memblokir jalan raya yang menuju ke kota itu dalam upaya mencegah atau membatasi besarnya pawai protes.
Amerika Serikat hari Senin mengukuhkan dukungannya bagi kebebasan berekspresi dan pertemuan secara damai. “Kami meminta para pengunjuk rasa untuk berdemonstrasi secara damai dan menahan diri dari kekerasan,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat Matthew Miller kepada wartawan di Washington.
“Pada saat bersamaan, kami meminta pihak berwenang Pakistan untuk menghormati HAM dan kebebasan fundamental serta untuk memastikan dihormatinya UU dan konstitusi Pakistan sewaktu mereka bekerja untuk menjaga hukum dan ketertiban,” lanjut Miller.
Saluran-saluran TV Pakistan sebagian besar mengabaikan pengambilan video dan foto protes oposisi itu karena larangan lama oleh pemerintah untuk menyiarkan pernyataan dan foto Khan, dan bahkan menyebut namanya dalam siaran mereka. Istri Khan, Bushra Bibi, mantan ibu negara, memimpin rapat umum dan telah bertekad tidak akan meninggalkan Islamabad hingga seluruh tuntutan mereka dipenuhi.
Mushahid Hussain, mantan senator partainya Sharif dan kepala lembaga independen berbasis di Islamabad, Pakistan China Institute, mengkritik pemerintah karena menindak keras para pendukung PTI.
“Ini Kemarin Sekali Lagi: mengulangi kekeliruan masa lalu! Kebodohan &
Kekakuan Rezim, diperkuat oleh ketidakmampuan yang monumental,” kata Hussein memperingatkan dalam unggahan di platform media sosial X. “Resep bagi Malapetaka! Belajar dari Bangladesh: Kehendak Rakyat tidak dapat dihancurkan dengan kekuatan,” tulisnya.
Khan, perdana menteri dari 2018 hingga 2022, disingkirkan melalui mosi tak percaya di parlemen setelah berselisih dengan militer Pakistan yang sangat berpengaruh.
Mantan bintang kriket berusia 72 tahun yang beralih menjadi politisi itu telah dipenjarakan sejak Agustus 2023, dan menghadapi lebih dari 150 kasus pidana, yang mencakup tuduhan korupsi, terorisme dan menyulut kekerasan terhadap properti militer. Khan membantah tuduhan itu, menyebutnya bermotivasi politik dan direncanakan oleh militer – tuduhan yang disebut pengganti dan para pejabat militer tidak berdasar.
Pemerintahan Sharif bersikukuh bahwa mereka tidak ada kaitannya dengan tantangan hukum Khan dan bahwa hanya pengadilan yang dapat memerintahkan pembebasannya.
PTI menegaskan bahwa seluruh vonis telah dibatalkan atau ditangguhkan oleh pengadilan banding karena kurangnya bukti, tetapi pihak berwenang terus mengajukan tuduhan baru. Kelompok Kerja PBB mengenai Penahanan Sewenang-wenang baru-baru ini menyerukan pembebasan segera Khan, dengan mengatakan ia ditahan secara ilegal dan melanggar hukum internasional.
Militer telah melancarkan kudeta beberapa kali dan telah memerintah Pakistan selama lebih dari tiga dekade sejak kemerdekaannya pada 1947. Khan dan politisi Pakistan terkemuka lainnya mengatakan bahwa para jenderal militer memengaruhi pemerintahan terpilih meskipun tidak berkuasa secara resmi. [uh/ab]