PBB Bahas Pengenaan Sanksi terhadap Libya

  • Margaret Besheer
    Wita Sholhead

Sekjen PBB Ban Ki-moon berbicara dalam sidang DK PBB guna membahas kemungkinan sanksi atas Moammar Gaddafi, Sabtu (25/2).

DK PBB bersidang Sabtu, membahas kemungkinan pengenaan sanksi atas pemimpin Libya Moammar Gaddafi dalam upaya menghentikan tindakan kekerasan.

Dewan Keamanan PBB yang beranggotakan 15 negara secara tertutup membahas kemungkinan pengenaan sanksi yang termasuk embargo senjata secara luas, larangan bepergian ke Libya, dan pembekuan aset Kolonel Gaddafi dan rejimnya yang ada di luar negeri.

Teks rancangan pengenaan sanksi itu juga meletakkan dasar bagi pengajuan situasi di Libya kepada jaksa penuntut di Mahkamah Internasional (ICC) di Den Haag, yang akan menyelidiki apakah kemungkinan kejahatan perang atau kejahatan terhadap kemanusiaan terjadi selama pemberontakan itu.

Para diplomat mengatakan ada pandangan umum mengenai apa yang harus tertuang dalam resolusi akhir, tetapi penjelasan tentang ICC bisa menjadi penghalang dan harus disempurnakan.

Para pakar politik dari 15 negara anggota Dewan Keamanan bertemu Sabtu pagi untuk memperbaiki teks rancangan itu, yang ditulis oleh Inggris, Prancis, Jerman, dan Amerika. Para duta besar kemudian mulai membahas teks yang sudah diperbaiki itu sekitar tengah hari.

Ketika tiba di pertemuan itu, Duta Besar Jerman untuk PBB, Peter Wittig, mengatakan kepada wartawan, ia yakin seluruh anggota Dewan setuju bahwa mereka menginginkan “tindakan tepat dan cepat” dalam masalah itu.

“Menurut saya kita berhutang kepada rakyat Libya. Kita telah mendengar himbauan Duta Besar Libya itu kemarin. Menurut saya penting bagi Dewan Keamanan untuk memutuskan tindakan tegas dan nyata sesuai dengan Pasal 7. Menurut saya, penting bagi Jerman untuk mengakhiri kekerasan dan mengusahakan akuntabilitas terhadap para pelaku pelanggaran HAM yang luar biasa ini," ujar Wittig.

Berdasarkan Pasal 7 Piagam PBB, Dewan Keamanan punya wewenang mengambil tindakan militer dan non-militer untuk memulihkan perdamaian dan keamanan internasional.

Sementara itu, Presiden Barack Obama telah menandatangani sebuah keputusan pemerintah hari Jumat yang memberlakukan sanksi-sanksi sepihak terhadap Libya. Obama mengatakan, gejolak dan kekerasan berlanjut di negara itu merupakan suatu ancaman yang tak lazim dan luar biasa terhadap keamanan nasional dan politik luar negeri Amerika.

Namun, PM Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan hari Sabtu dia menentang sanksi-sanksi itu. Dia mengatakan pembatasan itu akan menyengsarakan rakyat Libya dan bukannya pemerintah.

PM Italia yang sebelumnya adalah sekutu Gaddafi, mengatakan, tampaknya pemimpin Libya itu tidak lagi sepenuhnya menguasasi negara itu. Silvio Berlusconi mengatakan hari Sabtu jika masyarakat internasional bersatu, itu bisa menghentikan pertumpahan darah dan mendukung rakyat Libya.