Badan migrasi PBB mengatakan sedikitnya 334 ribu orang telah mengungsi di dalam negeri Sudan sejak pertempuran maut antara dua faksi militer meletus bulan lalu.
Data itu dikeluarkan hari Selasa (2/5) oleh Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) pada konferensi pers di Jenewa. Pada acara yang sama, organisasi pengungsi PBB mengatakan bahwa lebih dari 100 ribu orang telah melarikan diri dari Sudan ke negara-negara tetangga.
Data terbaru itu dirilis sehari setelah badan pengungsi PBB mengeluarkan prediksi bahwa pertempuran dapat memaksa lebih dari 800 ribu orang melarikan dari dari negara di Afrika Utara itu.
Raouf Mazou, deputi kepala kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR), Senin mengatakan bahwa badan tersebut merencanakan pengungsian 815 ribu orang dari Sudan ke tujuh negara tetangganya. Ia mengatakan ini mencakup 580 ribu orang Sudan bersama dengan pengungsi asing yang kini tinggal di Sudan.
BACA JUGA: Militer: Rusia Evakuasi Lebih dari 200 Orang dari SudanMazou mengatakan sekitar 73 ribu orang telah meninggalkan Sudan.
Kepala UNHCR Filippo Grandi mengatakan dalam cuitan hari Senin bahwa organsasinya berharap jumlah yang direncanakan itu terlalu tinggi, tetap ia mengatakan, “jika kekerasan tidak berhenti, kita akan melihat lebih banyak orang terpaksa melarikan diri dari Sudan untuk mencari keselamatan.”
Pertempuran antara pasukan pemerintah Sudan dan paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (RSF) berlanjut hari Selasa meskipun ada perpanjangan gencatan senjata lagi.
Kementerian Kesehatan Sudan mengatakan lebih dari 500 orang dilaporkan tewas dan lebih dari 4.000 lainnya terluka sejak pertempuran meletus pada 15 April setelah hubungan antara panglima militer Abdel Fattah al Burhan dan komandan RSF Mohamed Hamdan Dagalo memburuk. Kedua jenderal itu sebelumnya adalah sekutu dalam pemerintahan transisi Sudan setelah kudeta 2021.
Pertempuran itu telah menyebabkan penyitaan sebuah laboratorium kesehatan masyarakat di ibu kota, Khartoum, oleh salah satu faksi yang berperang. Lab itu menyimpan sampel-sampel penyakit menular seperti kolera dan materi berbahaya lainnya.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Selasa (2/5) mengatakan penyitaan itu menimbulkan “risiko bahaya biologis sedang” setelah melakukan penilaian risiko. Badan PBB itu memperingatkan pekan lalu bahwa penyitaan berpotensi menimbulkan “risiko bahaya biologis tinggi.” [uh/lt]