Korea Utara terus mengembangkan program rudal nuklir dan balistiknya selama setahun terakhir. Serangan siber pada pertukaran mata uang kripto merupakan sumber pendapatan penting bagi Pyongyang terkait dengan pengembangan program nuklir itu, demikian menurut kutipan laporan rahasia PBB yang dilaporkan Reuters.
Laporan tahunan pemantau sanksi independen telah diserahkan pada Jumat (4/2) malam kepada komite sanksi Korea Utara Dewan Keamanan PBB.
"Meskipun tidak ada uji coba nuklir atau peluncuran ICBM (intercontinental ballistic missiles/rudal balistik antarbenua) yang dilaporkan, DPRK terus mengembangkan kemampuannya untuk memproduksi bahan serpihan nuklir," tulis para pakar.
Korea Utara secara resmi dikenal sebagai Republik Rakyat Demokratik Korea (Democratic People's Republic of Korea/DPRK). Dewan Keamanan PBB telah lama melarang negara tersebut untuk melakukan uji coba nuklir dan peluncuran rudal balistik.
“Pemeliharaan dan pengembangan infrastruktur nuklir dan rudal balistik DPRK terus berlanjut, dan DPRK terus mencari materi, teknologi, dan pengetahuan untuk program-program ini di luar negeri, termasuk melalui sarana dunia maya dan penelitian ilmiah bersama,” kata laporan itu.
Sejak 2006, Korea Utara dikenai sanksi PBB, yang telah diperkuat oleh Dewan Keamanan sebagai upaya menekan pendanaan untuk program nuklir dan rudal balistik Pyongyang.
Pemantau sanksi mencatat bahwa telah terjadi "percepatan yang nyata" dari pengujian rudal Pyongyang.
Amerika Serikat dan lainnya mengatakan pada Jumat (4/1) bahwa Korea Utara telah melakukan sembilan peluncuran rudal balistik pada Januari. Peluncuran tersebut merupakan jumlah terbesar dalam satu bulan dalam sejarah program senjata pemusnah massal dan rudal negara itu.
Serangan Siber
Para pemantau mengatakan "serangan siber, terutama pada aset mata uang kripto, tetap menjadi sumber pendapatan penting" bagi Korea Utara. Mereka telah menerima informasi bahwa peretas Korea Utara terus menargetkan lembaga keuangan, perusahaan mata uang kripto, dan bursa.
“Menurut negara anggota, pelaku siber DPRK mencuri lebih dari $50 juta antara 2020 dan pertengahan 2021 dari setidaknya tiga pertukaran mata uang kripto di Amerika Utara, Eropa, dan Asia,” kata laporan itu.
BACA JUGA: Tiga Warga Korut Didakwa Curi Miliaran Dolar dalam Serangan SiberPemantau juga mengutip laporan bulan lalu oleh perusahaan keamanan siber Chainalysis yang mengatakan Korea Utara meluncurkan setidaknya tujuh serangan terhadap platform cryptocurrency yang mengekstraksi aset digital senilai hampir $400 juta pada tahun lalu.
Pada 2019, pemantau sanksi PBB melaporkan bahwa Korea Utara telah menghasilkan sekitar $2 miliar untuk program senjata pemusnah massalnya dengan melancarkan serangan siber yang semakin canggih.
Laporan terbaru mengatakan blokade ketat Korea Utara dalam menanggapi pandemi COVID-19 berarti "perdagangan gelap, termasuk barang-barang mewah, sebagian besar telah dihentikan."
Selama bertahun-tahun Dewan Keamanan PBB telah melarang ekspor Korea Utara termasuk batu bara, besi, timah, tekstil dan makanan laut, dan membatasi impor minyak mentah dan produk minyak olahan.
"Meskipun ekspor maritim dari DPRK untuk batu bara meningkat pada paruh kedua tahun 2021, mereka masih pada tingkat yang relatif rendah," kata para pemantau.
"Jumlah impor gelap BBM meningkat tajam pada periode yang sama, tetapi pada tingkat yang jauh lebih rendah daripada tahun-tahun sebelumnya," kata laporan itu. "Pengiriman langsung oleh kapal tanker non-DPRK ke DPRK telah dihentikan, mungkin sebagai tanggapan terhadap COVID-19. Sebagai gantinya, hanya kapal tanker DPRK yang mengirimkan minyak,” katanya. [ah/rs]