Wakil Komisaris Tinggi HAM PBB Nada Al-Nashif, Selasa (10/9) mengatakan bahwa pihak-pihak yang berperang dalam konflik Sudan bertindak dengan “mengabaikan sama sekali hukum internasional.”
Al-Nashif berbicara pada sidang ke-57 Dewan HAM PBB di Jenewa yang membahas berbagai isu global, termasuk mengenai kerusuhan politik, kemunduran hak-hak perempuan serta kebebasan pers dan kebebasan untuk berekspresi.
“Kantor kami terutama khawatir oleh penggunaan kekerasan seksual sebagai senjata perang sejak dimulainya konflik. Kami telah mendokumentasikan 97 insiden yang melibatkan 172 korban, sebagian besar adalah perempuan dewasa dan anak-anak, ini merupakan realitas yang sangat tidak menyenangkan,” kata Al-Nashif.
Pekan lalu, para investigator HAM dukungan PBB mendesakkan pembentukan “pasukan yang independen dan tidak memihak” untuk melindungi warga sipil dalam perang di Sudan. Mereka menyebut kedua pihak bersalah melakukan kejahatan perang yang mencakup pembunuhan, mutilasi dan penyiksaan. Para penyelidik juga memperingatkan bahwa pemerintah negara-negara asing yang mempersenjatai dan mendanai pihak-pihak yang berperang dapat dianggap terlibat.
Tim pencari fakta, dalam laporan pertama mereka sejak dibentuk oleh badan HAM utama PBB itu pada Oktober lalu, juga menuduh paramiliter, Pasukan Dukungan Cepat, yang berperang melawan militer Sudan, dan sekutu-sekutunya telah melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan, yang mencakup pemerkosaan, perbudakan seksual serta penganiayaan atas dasar etnis atau gender.
Para pakar menyerukan perluasan embargo senjata di kawasan Darfur yang telah lama bergejolak di bagian barat Sudan hingga ke seluruh penjuru negara itu.
Temuan-temuan dari tim yang diamanatkan oleh Dewan HAM yang beranggotakan 47 negara itu muncul sementara lebih dari 10 juta orang telah terusir dari rumah mereka, termasuk 2 juta lebih yang mengungsi ke negara-negara tetangga – dan bencana kelaparan merebak di sebuah kamp besar bagi pengungsi di Darfur.
Konflik yang mulai terjadi pada April 2023 itu telah menewaskan ribuan orang. Berbagai organisasi bantuan kemanusiaan berjuang keras untuk mendapatkan akses ke orang-orang yang membutuhkan pertolongan.
Pada Desember lalu, Dewan Keamanan PBB memutuskan untuk mengakhiri misi politik badan dunia itu di Sudan atas tekanan para pemimpin militer negara itu. [uh/em]