PBB Serukan Migrasi Aman dari Wilayah Tanduk Afrika ke Negara-negara Teluk 

Sejumlah warga Ethiopia menunggu giliran untuk mendapatkan kartu identitas sementara di pusat transit Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) di Addis Ababa, pada 25 November 2023. (Foto: AFP/Michele Spatari)

Ketua Organisasi Internasional untuk Migrasi PBB (IOM) menyerukan migrasi yang aman ke dan dari negara-negara Teluk karena rute berbahaya di wilayah Tanduk Afrika bagian timur itu merenggut semakin banyak nyawa.

Jalur yang disebut jalur timur itu membentang dari Tanduk Afrika ke Arab Saudi dan Teluk Persia melalui Ethiopia, Djibouti, Somalia, dan Yaman. Para migran, terutama dari Ethiopia dan juga dari negara-negara Afrika Timur lainnya, melakukan perjalanan melalui rute tersebut untuk mencari pekerjaan dan peluang ekonomi.

Setidaknya 48 orang tewas, dan 76 lainnya hilang atau diduga tewas setelah para penyelundup memaksa para migran itu turun dari dua kapal pada 1 Oktober lalu di Laut Merah, di lepas pantai Djibouti. Hampir semua migran adalah warga Ethiopia.

Berbicara pada tinjauan regional IOM mengenai Perjanjian Global untuk Migrasi yang Aman, Tertib dan Reguler yang diadakan pada Rabu (9/10) di Ethiopia, Direktur Jenderal IOM Amy Pope mengatakan jalur timur menelan lebih banyak korban dibandingkan jalur-jalur migrasi lainnya di dunia, dan sayangnya itu tidak mendapat banyak perhatian.

BACA JUGA: PBB Peringatkan Siklus Air Dunia Semakin Tidak Menentu

“Apa yang ditunjukkan oleh hal ini adalah kita perlu membangun cara-cara yang aman dan teratur bagi masyarakat untuk beraktivitas karena kita tahu, misalnya, di negara-negara Teluk, terdapat peluang yang sangat besar bagi masyarakat untuk pergi, tinggal dan bekerja, baik di sektor-sektor yang membutuhkan keterampilan rendah maupun sektor-sektor yang membutuhkan berketerampilan tinggi,” katanya, mengomentari kematian baru-baru ini di lepas pantai Djibouti.

“Seharusnya tidak ada alasan bagi orang-orang untuk bermigrasi dengan bantuan penyelundup, melalui jalur perdagangan manusia, sebuah jalur yang akan membuat mereka dieksploitasi dan sering kali dianiaya.”

Direktur Regional IOM untuk Afrika Timur, Tanduk dan Selatan, Frantz Celestin, mengatakan kepada VOA Layanan Tanduk Afrika bahwa para penyelundup memaksa para migran dengan dua kapal yang terisi penuh untuk terjun ke laut sekitar jam 3 pagi pada tanggal 1 Oktober.

Dalam pesan email, Celestin mengatakan kapal pertama, yang memiliki dua pilot, membawa 100 migran yang secara sukarela kembali dari Yaman ke Djibouti dan telah membayar serta merencanakan perjalanan mereka.

“Kedua kapten memaksa mereka turun dari kapal, meski belum sampai di pantai. Ada 99 migran yang selamat, dan satu perempuan meninggal. Kapten-kapten itu berhasil melarikan diri dari penjaga pantai dan kembali ke Yaman,” katanya.

BACA JUGA: Sedikitnya 78 Tewas dalam Kecelakaan Perahu di Danau Kivu, Kongo

Kapal kedua, dengan tiga kapten, membawa 220 migran yang terpaksa pulang dari Yaman ke Djibouti. Mereka dibawa pulang dari penjara atau dari beberapa tempat lain di Yaman, kata Celestin. Dua atau tiga migran kembali secara sukarela.

“Mereka memaksa, mendorong, atau membuang para migran tersebut ke laut yang jauh dari bibir pantai. Para kapten kemudian meninggalkan kapal mereka dan melarikan diri melalui kalur darat,” kata Celestin. “Penjaga Pantai Djibouti membawa banyak orang yang selamat dari laut kembali ke pantai.”

Salah satu korban selamat, yang tidak ingin disebutkan namanya karena alasan keamanan, mengatakan kepada VOA Tanduk Afrika bahwa kapten meminta para penumpang untuk “terjun.”

“Mereka meminta kami melompat ke luar dari kapal dan terjun ke laut,” kata korban yang selamat, seraya menambahkan bahwa kapten asal Yaman memberi tahu mereka cara mencapai daratan. [ab/ps]