Dalam pembukaan konferensi non-proliferasi nuklir pada Senin (1/8), Sekretaris Jenderal PBB memperingatkan risiko senjata nuklir menjadi semakin besar, sementara rambu-rambu guna mencegah eskalasi kini melemah.
“Kini, nasib umat manusia dibayangi kehancuran akibat nuklir yang dapat timbul dari hanya satu kesalahpahaman, dan satu perhitungan yang salah,” demikian pesan Antonio Guterres, Sekretaris Jenderal PBB, pada pembukaan konferensi kajian Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir atau NPT.
Ia memperingatkan bahwa banyak krisis yang dilatarbelakangi oleh ancaman nuklir, mulai dari wilayah Timur Tengah sampai ke Semenanjung Korea, serta juga invasi Rusia ke Ukraina.
Ia menambahkan bahwa kini terdapat hampir 13.000 senjata nuklir di seluruh dunia.
“Negara-negara berusaha menemukan keamanan, namun sifatnya semu, ketika menumpuk dan membelanjakan ratusan miliar dolar untuk senjata penghancur ini yang tidak seharusnya ada di planet kita,” katanya. Ia mencatat oran-orang juga tampaknya telah melupakan pelajaran yang terjadi di Perang Dunia Kedua.
Guterres mengatakan akan pergi ke Jepang untuk menghadiri peringatan 6 Agustus di Hiroshima, di mana Amerika Serikat menjatuhkan bom atom pertama 77 tahun yang lalu dalam usaha mengakhiri Perang Dunia Kedua.
Sejak diberlakukan pada 1970, NPT menjadi tonggak bagi peraturan non-proliferasi, dan berdasarkan persetujuan itu, para pihak diserukan untuk mencegah penyebaran senjata nuklir, mengutamakan pelucutannya serta juga mendorong kerja sama internasional dalam penggunaan kekuatan nuklir untuk tujuan damai.
Guterres juga mendesak negara-negara untuk menggalakkan pemanfaatan teknologi nuklir untuk tujuan damai dalam rangka memajukan pembangunan mereka, seperti pencapaian energi bersih dan terobosan medis.
“Ketika dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan damai, teknologi bisa sangat bermanfaat untuk kemanusiaan,” katanya. [jm/em]