PBB: Taliban Mulai Longgarkan Kewajiban Berhijab pada Perempuan Afghanistan

  • Ayaz Gul

Perempuan Afghanistan berburka mengendarai keledai bersama anak-anak di jalan dekat desa Shah Mari di distrik Argo, provinsi Badakhshan, 1 Mei 2024. (OMER ABRAR / AFP)

Sebuah laporan baru PBB, Kamis (2/5) menyatakan bahwa pemerintah garis keras Taliban di Afghanistan telah melonggarkan sikapnya dalam memberlakukan aturan berpakaian secara Islami atau berhijab pada kaum perempuan.

Namun Misi Bantuan PBB di Afghanistan (UNAMA) mencatat dalam laporan kuartalannya bahwa pelanggaran terhadap HAM secara umum berlanjut di bawah rezim Taliban. Taliban mewajibkan perempuan Afghanistan utnuk mengenakan “hijab syariah” di depan umum, yang menutupi seluruh wajah atau hanya memperlihatkan mata mereka.

Operasi untuk menegakkan aturan berpakaian itu dilakukan oleh Kementerian Penyebaran Kebaikan dan Pencegahan Kejahatan Taliban.

Meskipun UNAMA terus menerima laporan mengenai penegakan instruksi berhijab oleh kementerian Taliban, laporan itu menyatakan bahwa “insiden semacam itu turun secara signifikan setelah Januari 2024, dengan dihentikannya tindakan penegakan skala besar yang berlangsung antara Desember 2023 dan Januari 2024.”

BACA JUGA: Tahun Ajaran Baru di Afghanistan, Lebih 1 Juta Anak Perempuan Dilarang Bersekolah

Pada 11 Januari, UNAMA mengemukakan kekhawatiran atas banyaknya kasus anak-anak dan perempuan dewasa di berbagai penjuru Afghanistan, sebagian ditahan tanpa dapat berkomunikasi, dan yang lainnya dilaporkan diperlakukan dengan buruk karena dituduh tidak mematuhi aturan hijab.

Pihak berwenang Taliban ketika itu mengesampingkan kekhawatiran PBB yang disebutnya “tidak benar” dan “propaganda.” Laporan UNAMA hari Kamis ini mencatat bahwa tahun ajaran baru di Afghanistan dimulai tanpa kehadiran anak-anak perempuan di SMA karena Taliban terus melarang pendidikan bagi anak-anak perempuan setelah kelas 6 sekolah dasar.

“Undangan untuk menghadiri upacara di Kabul yang menandai dimulainya tahun ajaran baru, dikeluarkan kepada media oleh Kementerian Pendidikan de facto, secara khusus menginstruksikan jurnalis perempuan agar tidak menghadirinya, seraya menyebut ‘kurangnya tempat yang layak’ untuk perempuan,” kata laporan itu.

BACA JUGA: PBB: Taliban Pecat 600 Pegawai Perempuan karena Langgar Hukum Syariah

UNAMA melaporkan bahwa jurnalis dan pekerja media terus beroperasi di tengah lingkungan yang sulit di Afghanistan. Media menghadapi serangkaian pembatasan yang diberlakukan Taliban dan risiko penahanan sewenang-wenang terkait pekerjaan mereka.

Otoritas Taliban melakukan tiga eksekusi di depan umum terhadap orang-orang yang dijatuhi hukuman mati atas tuduhan pembunuhan, kata laporan itu.

Sejak Taliban merebut kekuasaan pada Agustus 2021, mereka secara terbuka mengeksekusi lima terpidana mati, terlepas dari seruan PBB untuk menghentikan praktik tersebut.

“Penguasa de facto itu juga terus memberlakukan hukuman fisik di depan umum, dengan hukuman semacam itu berlangsung setidaknya satu kali setiap pekan,” kata UNAMA.

BACA JUGA: Taliban Hukum Warga yang Berpolitik dengan Cambuk dan Kurungan 

Taliban secara terbuka mencambuk ratusan lelaki dan perempuan di stadion-stadion olah raga di hadapan ribuan penonton. Mereka adalah orang-orang yang divonis bersalah oleh pengadilan Taliban atas pelanggaran seperti pencurian, perampokan, perzinahan, dan “kejahatan moral” lain.

Perempuan Afghanistan juga dilarang hadir di banyak tempat umum dan tempat-tempat kerja swasta, termasuk di PBB.

Pemimpin tertinggi Taliban, Hibatullah Akhundzada telah membela kebijakan pemerintahannya, dengan mengatakan hal itu sesuai dengan budaya setempat dan hukum Islam. Ia telah mengesampingkan kecaman internasional terhadap kebijakannya dan penafsiran hukum Islam yang ketat sebagai campur tangan terhadap urusan dalam negeri Afghanistan.

Masyarakat internasional telah menolak mengakui pemerintah Taliban terutama karena perlakuan kerasnya terhadap perempuan Afghanistan. [uh/em]