Program Pangan Dunia (WFP) PBB mengumumkan kembali pengurangan bantuan pangan ke Yaman yang dilanda perang sebagai akibat dari kesenjangan pendanaan, kenaikan harga kebutuhan dan dampak dari perang Ukraina.
“Kesenjangan pendanaan yang kritis, inflasi global dan dampak langsung dari perang di Ukraina memaksa WFP di Yaman untuk membuat beberapa keputusan yang sangat sulit terkait dukungan yang kami berikan kepada penerima manfaat kami,” kata lembaga itu melalui Twitter hari Minggu (26/6).
BACA JUGA: Warga Yaman Berjuang Keras Atasi Lonjakan Harga PanganAkibatnya, WFP harus mengurangi secara drastis bantuan untuk 13 juta warga yang menerima bantuan makanan darurat di Yaman, yang menurut PBB sedang menghadapi krisis kemanusiaan terburuk di dunia.
“Kini kami terpaksa mengurangi bantuan bagi lima juta di antaranya menjadi kurang dari 50 persen kebutuhan sehari-hari, dan bagi delapan juta lainnya menjadi sekitar 25 persen kebutuhan sehari-hari,” kata WFP.
“Kegiatan ketahanan dan mata pencaharian, serta program pemberian makan dan nutrisi di sekolah bagi empat juta orang akan dihentikan, sehingga bantuan hanya tersedia bagi 1,8 juta orang,” tambah lembaga itu.
Konflik di Yaman selama tujuh tahun terakhir telah menewaskan lebih dari 150.000 orang dan menyebabkan jutaan warga sipil mengungsi, menurut PBB.
Pihak-pihak yang bersengketa di negara miskin itu awal bulan lalu memperbarui gencatan senjata selama dua bulan yang sudah dimulai sejak April dan disebut badan-badan bantuan dan pemerintahan Barat telah mengurangi pertempuran secara signifikan.
Your browser doesn’t support HTML5
Meski demikian, koordinator kemanusiaan PBB untuk Yaman, David Gressly, sebelumnya memperingatkan bahwa situasi kemanusiaan di negara itu semakin buruk, bahwa hampir tiga perempat penduduknya membutuhkan bantuan.
“WFP sangat menyadari dampak buruk dari pengurangan bantuan bagi keluarga termiskin dan paling membutuhkan di Yaman dan kami tidak menganggap enteng penderitaan mereka,” kata badan bantuan pangan PBB itu.
Konflik Yaman pertama kali pecah tahun 2014, ketika pemberontak Houthi yang didukung Iran merebut ibu kota Sanaa, dan memicu koalisi yang dipimpin Saudi campur tangan pada tahun berikutnya untuk menopang pemerintah yang diakui secara internasional.
Negara yang sudah rawan pangan itu sangat rentan terhadap kenaikan harga pangan dan energi global sebagai akibat dari invasi Rusia ke Ukraina Februari lalu. [rd/jm]