Badan-badan PBB memperingatkan bahwa evakuasi medis dari Gaza yang terus dilanda konflik berkepanjangan pada dasarnya telah terhenti. Ini membahayakan nyawa ribuan orang, termasuk anak-anak, yang menderita penyakit dan cedera serius karena mereka tidak dapat memperoleh perawatan yang sangat mereka butuhkan.
"Anak-anak dievakuasi secara medis dari Gaza dengan jumlah kurang dari satu anak per hari. Jika kecepatan (evakuasi) yang sangat lambat ini terus berlanjut, akan memakan waktu lebih dari tujuh tahun untuk mengevakuasi 2.500 anak yang membutuhkan perawatan medis yang mendesak," kata juru bicara UNICEF James Elder kepada wartawan pada Jumat (25/10) di Jenewa.
"Akibatnya, anak-anak di Gaza meninggal," katanya, seraya mencatat bahwa bahkan ketika "keajaiban terjadi" dan anak-anak selamat dari bom, peluru, dan granat, "mereka kemudian dicegah meninggalkan Gaza untuk menerima perawatan mendesak yang akan menyelamatkan hidup mereka."
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan 15.600 pasien memerlukan evakuasi medis yang mendesak, dengan hanya 5.138 yang dievakuasi sejauh ini. Hampir setengah dari mereka menderita kanker, 40 persen menderita cedera perang, dan 200 menderita penyakit ginjal. WHO mengatakan hanya 231 pasien yang telah dievakuasi sejak 7 Mei lalu (lebih dari 5½ bulan lalu).
Juru bicara UNICEF Elder mengatakan bahwa (sebelumnya) rata-rata 296 anak dievakuasi secara medis setiap bulan dari Januari hingga 7 Mei. Sejak perlintasan Rafah ditutup pada 7 Mei karena serangan darat di sana, ia mengatakan "jumlah anak yang dievakuasi secara medis telah turun menjadi hanya 22 per bulan."
"Artinya, hanya 127 anak, banyak yang menderita trauma kepala, amputasi, luka bakar, kanker, dan kekurangan gizi parah, telah diizinkan pergi sejak (perbatasan) Rafah ditutup," katanya.
Dr. Rik Peeperkorn, perwakilan WHO untuk wilayah pendudukan Palestina, setuju bahwa situasi ini membutuhkan "struktur evakuasi medis yang tepat dari Gaza, sebuah struktur yang terorganisasi."
Dalam tautan video dari Gaza, ia mengingat bahwa sebelum krisis meletus setahun yang lalu, antara 50 dan 100 pasien setiap hari dirujuk dari Gaza ke Yerusalem Timur dan Tepi Barat, dan "40 persen di antaranya adalah kasus onkologi — anak-anak, wanita dan pria penderita kanker — tetapi juga kardiovaskular dan berbagai jenis penyakit lainnya."
Sekitar 12.000 hingga 14.000 pasien kritis harus dievakuasi medis di luar Gaza, kata Peeperkorn, "dan kami terus mendorong hal itu."
"Kami menginginkan koridor medis. Yang diperlukan adalah memulihkan koridor medis tradisional, yang tentu saja, ke rumah sakit di Yerusalem Timur dan Tepi Barat, dan mereka sangat siap menerima pasien dari Gaza," katanya.
BACA JUGA: PBB: Warga Palestina Alami 'Kekejaman yang Tak Terlukiskan' di Gaza UtaraPeeperkorn mengatakan WHO selalu berusaha memprioritaskan anak-anak, yang merupakan setidaknya sepertiga dari pasien dalam daftar evakuasi medis, yang selanjutnya menjalani pemeriksaan keamanan.
"Sangat menyakitkan melihat banyak pasien yang ada dalam daftar ini tidak disetujui (oleh Israel untuk dievakuasi, red.), termasuk anak-anak," katanya.
Ia menambahkan, "Tidak ada penjelasan dari otoritas Israel tentang mengapa evakuasi (medis) tidak dikabulkan."
"Tidak diketahui berapa banyak pasien anak yang ditolak untuk evakuasi medis," katanya.
"Hanya daftar pasien yang disetujui yang diberikan oleh COGAT Israel, yang mengendalikan titik masuk dan keluar Gaza. Status pasien lainnya (yang ditolak) tidak dibagikan. Ketika seorang pasien ditolak, tidak ada yang dapat (kami) lakukan."
COGAT, badan militer Israel yang bertanggung jawab atas masalah sipil Palestina termasuk evakuasi medis dari Gaza, belum mengomentari pertanyaan mengenai evakuasi (yang hampir terhenti) ini.
Kepanikan dan kekacauan di rumah sakit
Peeperkorn ikut serta dalam misi PBB pada Kamis (24/10), yang berhasil mencapai rumah sakit Kamal Adwan di Gaza utara, yang dikepung oleh otoritas Israel. Tim tersebut mengirimkan berbagai obat-obatan dan bahan bakar ke rumah sakit tersebut dan memindahkan 23 pasien dan 26 perawat ke rumah sakit Al-Shifa.
Peeperkorn menggambarkan suasana "kepanikan dan kekacauan" di Rumah Sakit Kamal Adwan, yang menampung lebih dari 200 pasien, dan bangsal gawat darurat yang penuh sesak. Ia mengatakan telah menerima laporan yang belum dikonfirmasi bahwa tentara berada di dekat rumah sakit, "memberi tahu orang-orang bahwa mereka harus keluar dan memisahkan orang-orang ke dalam kelompok pria, wanita, dan anak-anak."
"Rumah-rumah sakit seharusnya tidak boleh diserang. Orang-orang (yang dirawat dan mengungsi) harus dilindungi. Rumah sakit seharusnya menjadi tempat yang aman di mana orang-orang dapat menerima perawatan dan menemukan tempat berlindung," katanya. [pp/ft]