Pakar HAM PBB mengenai Korea Utara mendesak masyarakat internasional agar mengirimkan 60 juta dosis vaksin COVID-19 untuk Korea Utara, satu dari dua negara saja yang belum memulai gerakan vaksinasi COVID secara luas.
Korea Utara telah menolak, atau gagal menindaklanjuti banyak tawaran vaksin COVID-19 dari kalangan internasional, termasuk yang melalui COVAX, program berbagi vaksin global.
“Berdasarkan informasi yang kami miliki, pihak berwenang Korea Utara curiga mengenai penerimaan hanya sebagian vaksin dan kemudian menjadi sasaran tekanan untuk menerima vaksin selebihnya,” kata Tomas Ojea Quintana, pelapor khusus PBB mengenai HAM di Korea Utara, dalam konferensi pers di Seoul hari Rabu (23/2).
BACA JUGA: Terapkan Lockdown Tanpa Vaksinasi, Perekonomian Korea Utara Semakin HancurEnam puluh juta dosis akan cukup untuk memberi vaksin dua dosis bagi seluruh populasi Korea Utara, kata Ojea Quintana. “Saya tahu ini belum diusulkan ke Korea Utara,” lanjutnya, seraya mengatakan ia mengangkat isu itu kepada para diplomat, termasuk yang berasal dari Uni Eropa, dalam kunjungannya sekarang ini ke Seoul.
Sekarang ini COVAX hanya memiliki 1,29 juta dosis vaksin yang dialokasikan untuk Korea Utara, menurut catatan Dana Anak-anak PBB. COVAX sebelumnya mengalokasikan hingga 8,11 juta vaksin ke negara itu, tetapi kemudian menguranginya, kemungkinan karena minimnya tanggapan dari Pyongyang.
Sebagaimana dilaporkan VOA Juli lalu, Korea Utara khawatir mengenai keamanan dan kemanjuran vaksin AstraZeneca yang semula dialokasikan COVAX untuk negara itu. Korea Utara tampaknya juga enggan untuk mengizinkan masuk para petugas internasional yang akan memfasilitasi pengiriman vaksin.
BACA JUGA: Setelah Lockdown 2 Tahun, Korut Perlahan Buka PerbatasanSeorang diplomat yang mengetahui perundingan antara Korea Utara dan Gavi, aliansi vaksin yang membantu mengelola COVAX, mengatakan, tampaknya Korea Utara bahkan tidak akan mempertimbangkan untuk melanjutkan proses ini sebelum negara itu puas dapat memperoleh cukup vaksin.
Hanya Korea Utara dan Eritrea, negara di Afrika Timur, yang belum memulai kampanye vaksinasi massal, menurut Organisasi Kesehatan Dunia.
Sejak awal pandemi, Korea Utara telah melaporkan total 54.187 tes COVID-19 kepada Organisasi Kesehatan Dunia. Negara itu bersikukuh bahwa semua yang dites telah menunjukkan hasil negatif.
Ketika ditanya apakah ia mempercayai data tersebut, Ojea Quintana mengatakan ia tidak memiliki “informasi terkini” mengenai apakah virus corona telah memasuki Korea Utara. Tetapi ia menyebut beberapa laporan yang belum diverifikasi yang menyatakan Korea Utara menahan individu-individu di fasilitas-fasilitas karantina.
Meskipun Korea Utara baru-baru ini memulai kembali operasi kereta barang dengan China, negara itu masih dalam keadaan lockdown yang ketat, dengan pembatasan perjalanan di dalam dan keluar negeri.
Ojea Quintana menyebut pembatasan itu sebagai tindakan kejam, dengan mengatakan itu semua menambah alasan bagi masyarakat internasional untuk berusaha menyediakan vaksin untuk Korea Utara. “Setelah itu pemerintah tidak akan punya alasan untuk mempertahankan penutupan perbatasan,” kata Ojea Quintana. [uh/ab]