Seorang pria Spanyol yang melakukan perjalanan jarak jauh umumnya dengan kaki (trekking) dari Madrid ke Doha untuk menyaksikan Piala Dunia FIFA 2022 diyakini ditahan di Iran di mana ia hilang lebih dari tiga pekan lalu, kata keluarganya, Rabu (26/10).
''Kami mengetahui pagi ini dari kementerian luar negeri (Spanyol) bahwa ada kemungkinan 99 persen ia ditangkap,'' kata Celia Cogedor, ibu dari trekker Santiago Sanchez berusia 41 tahun itu, kepada Associated Press.
Adik Sanchez akan bertemu Kamis dengan sejumlah pejabat di Kementerian Luar Negeri Spanyol di Madrid untuk mengetahui rincian lebih lanjut.
Kementerian luar negeri itu mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa kedutaan Spanyol di Teheran berhubungan dengan pihak berwenang Iran tentang Sanchez. Kementerian tersebut menolak untuk memberikan rincian lebih lanjut.
Iran sedang dilanda kerusuhan massal, sehingga memicu kekhawatiran tentang nasib Sanchez setelah ia berhenti menghubungi keluarganya di Spanyol pada 2 Oktober, sehari setelah ia melintasi perbatasan Irak-Iran. Ia sendiri telah memperingatkan keluarganya bahwa komunikasi mungkin sulit di Iran.
Petualang Spanyol itu berencana pergi ke Teheran, ibu kota Iran, di mana sebuah stasiun televisi ingin mewawancarainya. Langkah selanjutnya adalah Bandar Abbas, sebuah pelabuhan di Iran Selatan di mana ia akan naik kapal ke Qatar. Tetapi semua jejaknya menghilang bahkan sebelum ia mencapai Teheran, kata orang tuanya.
Orang tuanya melaporkan ia hilang pada 17 Oktober. Mereka mengatakan polisi dan diplomat Spanyol membantu keluarga itu untuk mencari tahu penyebabnya.
Ini bukan pertama kalinya Sanchez di Iran. Pada tahun 2019, penggemar sepak bola itu mengambil rute yang sama untuk pergi dari Madrid ke Arab Saudi.
Orang tuanya mengatakan bahwa mereka bangga dengan jiwa petualangnya dan mengatakan bahwa satu-satunya tujuannya adalah membantu sesama manusia dan mempromosikan tim sepak bola Real Madrid.
Hilangnya Sanchez di Iran terjadi saat aksi unjuk rasa berkobar di berbagai penjuru Republik Islam Itu. Demonstrasi meletus pada 16 September atas kematian Mahsa Amini, seorang perempuan berusia 22 tahun yang ditahan oleh polisi moral Iran karena diduga tidak mengikuti aturan berpakaian Islami yang ketat di negara itu.
Teheran dengan keras menindak para pengunjuk rasa dan menyalahkan musuh asing dan kelompok Kurdi di Irak karena mengobarkan kerusuhan, tanpa memberikan bukti. Kementerian Intelijen Iran mengatakan pihak berwenang telah menangkap sembilan orang asing, kebanyakan orang Eropa, atas dugaan hubungan mereka dengan aksi protes itu. [ab/uh]