Satu generasi penuh telah lahir sejak pembebasan Nelson Mandela dari tahanan di Afrika Selatan pada 1990, setelah ia dipenjara selama hampir 30 tahun karena aktivitas anti-Apartheidnya.
Ndaba Mandela ingin memastikan agar orang-orang muda ini memahami peran kakeknya dan nilai-nilai dalam memperjuangkan persamaan ras, dan kemudian upaya untuk menyudahi perpecahan, sebagai presiden kulit hitam pertama di Afrika Selatan.
“Itulah alasan mengapa saya menulis buku ini,” ujar Ndaba Mandela tentang buku berjudul “Going to the Mountain” atau “Hachete” ini. Memoar yang dirilis tahun baru, bertepatan dengan 100 tahun kelahiran mendiang pemimpin itu, bertujuan untuk menunjukkan bahwa Nelson Mandela “bukan hanya sosok yang kuat, ikon yang sangat besar,” tetapi juga kakek yang mendukung.
Ndaba Mandela, yang berusia 35 tahun, memaparkan pandangan kakeknya yang meninggal pada akhir 2013 dalam usia 95 tahun, baik dalam buku, maupun dalam kunjungannya baru-baru ini ke kantor pusat VOA.
Ndaba menggambarkannya sebagai sosok yang “berani” dan “tidak pernah takut” untuk mengakhiri kekuasaan kelompok minoritas kulit putih di Afrika Selatan, tetapi menambahkan bahwa secara pribadi ia harus memikul akibat sangat berat untuk mewujudkan komitmen itu.
“Inilah orang yang berjuang menentang sistem tersebut, yang mengorbankan keluarganya, yang mengorbankan dirinya sendiri demi kemashlahatan yang lebih besar bagi bangsanya,” ujar Ndaba kepada VOA, merujuk pada penahanan kakeknya selama 27 tahun.[em/al]