Pelanggan di AS semakin frustrasi dengan budaya pemberian tip. Sejumlah pelanggan yang muak dengan ini mengeluh karena mereka dimintai tip untuk lantatur, sementara yang lainnya kesal karena diminta memberi tip untuk pembelian satu kue bolu atau secangkir kopi di kedai sekitar rumah mereka.
Karena semakin banyak bisnis yang menggunakan metode pembayaran digital, pelanggan juga otomatis diminta meninggalkan tip di tempat-tempat yang biasanya tidak meminta itu.
Akan tetapi bagi para pekerja, lonjakan permintaan tip ini merupakan perkembangan yang mereka sambut baik. Tip di restoran yang memberikan layanan penuh naik hingga 25,3 persen pada kuartal ketiga tahun 2022, sedangkan tip di restoran cepat saji atau layanan di konter naik 16,7 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, menurut Square, salah satu perusahaan terbesar yang mengoperasikan metode pembayaran digital.
Data yang disediakan Square menunjukkan pertumbuhan berkelanjutan untuk periode yang sama sejak 2019.
Pakar etiket Thomas Farley, juga dikenal sebagai Mr. Manners, mengatakan, "Mendadak saja layar-layar kasir digital hadir di setiap tempat yang kita datangi. Layar semacam ini juga muncul untuk pesanan daring. Saya khawatir ini bakal tak ada habis-habisnya.”
Your browser doesn’t support HTML5
Ia menyebut pilihan tip yang dimuat di layar kasir digital itu sebagai guilt tip atau tip untuk menghindari perasaan bersalah karena tidak meninggalkan tip.
Tidak seperti stoples tip yang dapat diabaikan begitu saja jika pelanggan tidak memiliki uang kecil, para pakar mengatakan mesin kasir digital itu dapat menciptakan tekanan sosial dan semakin sulit untuk dabaikan.
Kemurahan hati kita, atau sebaliknya, kini dapat terungkap kepada siapa pun yang cukup dekat untuk melihat sepintas layar itu, termasuk pekerja.
Umumnya, pelanggan senang dapat memberikan tip yang baik di tempat-tempat seperti restoran yang biasanya membayar para pekerja di bawah upah minimum karena mereka diharapkan akan mendapat tip.
Tetapi para akademisi yang mempelajari topik ini mengatakan banyak pelanggan yang kini jengkel dengan permintaan tip otomatis di kedai kopi atau konter makanan yang biasanya tidak mengharapkan tip, di mana pekerjanya mendapat setidaknya upah minimum dan layanannya terbatas.
Mike Avella, pengajar di DePaul University mengatakan, tampaknya semua orang sekarang menginginkan tip, mulai dari di toko perkakas, toko kelontong hingga toko ritel.
Your browser doesn’t support HTML5
Reaksi pelanggan beragam. Dion McGill, warga Chicago mengatakan, "Saya hanya menganggapnya sebagai bagian dari layanan yang saya beli, jadi saya akan tambahkan 20 persen atau ekstra dua dolar. Itu standar saja untuk saya.”
Warga Chicago lainnya, Anna Wolf, mengatakan lebih suka memberi tip untuk usaha tertentu. "Saya lebih suka memberi tip jika ini adalah usaha kecil, usaha independen.”
Metode pembayaran digital telah hadir selama beberapa tahun, meskipun para pakar mengatakan pandemi telah mempercepat tren ke pemberian tip yang lebih banyak.
Karena permintaan tip semakin umum, sebagian bisnis memasukkan ini dalam iklan lowongan mereka untuk menarik lebih banyak pekerja, meskipun tentu saja uang ekstra itu tidak selalu pasti diperoleh. [uh/ab]