Pelapor Khusus PBB untuk Myanmar memperingatkan, pada Selasa (31/1), bahwa dua tahun setelah kudeta, militer Myanmar akan mencoba melegitimasi kekuasannya dengan menggelar pemilihan umum palsu tahun ini. Ia mendesak masyarakat internasional untuk tidak mengakui atau terlibat dengan pihak junta.
“Mereka tidak berhasil memperoleh legitimasi,” kata Tom Andrews terkait kepemimpinan militer Myanmar dalam konferensi pers menjelang peringatan kudeta militer, yang menggulingkan Pemerintahan Persatuan Nasional yang dipilih secara demokratis.
“Maka itu, apa yang mereka coba lakukan adalah membuat pemilu palsu ini, di mana seolah-olah akan terbentuk pemerintahan yang sah dan terpilih secara demokratis, sehingga babak baru bisa dimulai dan mereka akan memiliki legitimasi setelah kini mereka gagal menggelar apa yang mereka sebut pemilu,” ujarnya.
BACA JUGA: AS Tingkatkan Sanksi Terhadap Junta Militer MyanmarAndrews, pakar hak asasi manusia independen yang menerima amanat dari Dewan HAM PBB, mengatakan bahwa tidak ada syarat yang terpenuhi untuk menyelenggarakan pemilu yang sah di Myanmar, di mana anggota kelompok oposisi ditangkap, disiksa dan dihukum mati, media massa dilarang melakukan tugasnya, dan merupakan tindak kejahatan untuk mengkritik rezim militer.
“Ini semua bukan prasyarat terselenggaranya pemilu yang bebas dan adil, ini semua adalah prasyarat terciptanya sebuah penipuan yang akan dicoba dilakukan terhadap rakyat Myanmar, dan diharapkan junta akan diterima oleh masyarakat internasional,” kata sang pelapor khusus memperingatkan.
Ia mengatakan bahwa junta akan mencoba menciptakan narasi kepada warga bahwa masyarakat internasional menerima rezim mereka, kekuasaan mereka tidak dapat disangkal dan oposisi akan sia-sia.
Your browser doesn’t support HTML5
Andrews mengatakan dirinya telah menyampaikan laporannya kepada para penguasa militer Myanmar, namun belum mendapatkan tanggapan.
Junta militer merebut kekuasaan Myanmar pada 1 Februari 2021, menuduh kecurangan pemilu besar-besaran pada pemilu November 2020, di mana Aung San Suu Kyi dari Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) mengamankan 396 dari 498 kursi parlemen, sementara partai politik militer hanya memenangkan 33 kursi. Pihak militer juga dijamin mendapatkan blok sebesar 25 persen kursi, yang memungkinkannya mencegah amandemen konstitusi. [rd/rs]