Dua puluh tiga lembaga swadaya masyarakat bersama Dinas Sosial Provinsi Sulawesi Tengah memberikan pelatihan intensif cara-cara membangun rumah kepada para perempuan di Palu, Sigi, dan Donggala. Harapannya, para perempuan bisa terlibat aktif mengawasi perbaikan dan pembangunan rumah mereka yang rusak akibat gempa bumi pada 2018.
Lilianti dengan semangat mengaduk semen, kerikil, dan air untuk digunakan mengecor tiang bangunan rumah. Ibu rumah tangga berusia 34 tahun itu bersama 29 ibu lainnya menjadi peserta pelatihan “Pre Event Ibu Pelopor Rekonstruksi” yang berlangsung pada Sabtu (7/12) pagi.
Pelatihan yang berlangsung selama dua hari itu diinisiasi oleh Dinas Sosial Provinsi Sulawesi Tengah bersama 23 lembaga swadaya masyarakat. Tujuannya, agar perempuan -- khususnya ibu rumah tangga -- bisa terlibat dalam mengawasi dan memegang kendali proses perbaikan serta pembangunan kembali rumah mereka yang dirusak gempa besar pada 2018.
Lilianti mengatakan kepada VOA bahwa dalam kegiatan tersebut dia dan peserta lainnya mempraktikkan berbagai teknik membangun rumah. Mulai dari membuat adukan semen, mengikat besi, hingga menentukan jenis ukuran besi ideal yang digunakan untuk kebutuhan tiang bangunan rumah.
“Ke depannya, kami bisa mengawasi tukang-tukang yang bekerja di rumah agar lebih hati-hati dalam membangun rumah. Kalau dia pakai besi enam dan besi tujuh, kami harus tegur. Harus pakai besi 12 agar rumah yang akan kami tinggali itu kokoh dari gempa,” tutur Lilianti.
Hairunisa, ibu rumah tangga dari Desa Beka, mengakui gempa bumi tahun lalu memberikan pelajaran penting untuk membangun rumah yang aman dan tahan gempa. Guncangan gempa bumi dengan magnitudo 7,4 pada 28 september 2018 merobohkan banyak bangunan rumah. Banyak juga korban yang luka-luka akibat tertimpa reruntuhan bangunan.
“Banyak korban juga yang sampai patah kaki tertimpa beton. Jadi dengan adanya ini (pelatihan), kami bersyukur, kami sudah mengetahui cara-cara membangun rumah yang aman dari bencana,” kata Hairunissa, seusai mempraktikkan teknik mengikat besi untuk tiang bangunan.
Danni Rossa Wahyuningdita, koordinator Pre Event Ibu Pelopor Rekonstruksi, menjelaskan masa rehabilitasi dan rekonstruksi sudah memasuki tahap pemulihan rumah permanen. Pada tahapan ini, dibutuhkan banyak sumberdaya manusia untuk melakukan pengawasan agar pembangunan kembali rumah permanen itu sesuai dengan standar teknis.
Perempuan, khususnya ibu rumah tangga, sebagai pemilik rumah dapat mengambil peran itu. Namun, pengetahuan mereka seputar teknik bangunan harus ditingkatkan. Antara lain, bagaimana menentukan desain rumah, membuat anggaran, memilih bahan bangunan, memonitor pekerjaan konstruksi serta mengelola tukang bangunan.
“Sekarang lebih jauh lagi, ibu-ibu bisa membantu untuk memastikan bahwa pekerjaan atau konstruksi di rumah tersebut itu benar dalam hal praktik konstruksinya, dalam hal struktur kemudian dalam hal pemilihan kualitas bangunan. Itu yang terutama” jelas Rossa.
Selain di desa Beka, pelatihan itu digelar pada hari terpisah di empat lokasi lainnya, yaitu di desa Lolu dan desa Soulewe di kabupaten Sigi, kelurahan Balaroa di kota Palu, dan desa Marana Kabupaten Donggala. Jumlah seluruh peserta yang mengikuti pelatihan tercatat 150 orang. Pencanangan Ibu Pelopor Rekonstruksi akan dilakukan pada 19 Desember 2019 di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tegah.
Your browser doesn’t support HTML5
Arwin Soelaksono, provincial sub cluster shelter pada Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (IFRC), berharap pelatihan tersebut dapat menjadi sarana edukasi mengenai perbaikan dan pembangunan rumah yang rusak akibat gempa.
Masyarakat bisa mempelajari bagaimana membangun dan memperbaiki rumah dengan tujuh prinsip membangun aman. Tujuh prinsip itu adalah mendiskusikan perencanaan dengan ahli bangunan, penentuan lokasi yang aman, bentuk rumah persegi dan sederhana, pondasi yang kuat, penggunaan material bermutu, penggunaan dinding kuda-kuda yang ringan dan mengikat setiap sambungan dengan kuat.
Pengalaman di banyak negara menunjukkan, naluri perempuan yang selalu ingin melindungi anak-anaknya, berperan penting memastikan pembangunan rumah sudah mengikuti kaidah keamanan. Sehingga, dapat memberikan perlindungan yang maksimal terhadap keluarga mereka, termasuk oleh ancaman gempa bumi.
Arwin berharap pelatihan itu bisa membuat para ibu lebih percaya diri. “Mereka tahu dasar-dasarnya. Mereka tahu bagaimana membangun rumah aman dan tidak ada kompromi untuk segala sesuatu yang berisiko,” ujarnya.
Dia menekankan setiap keluarga punya kebutuhan yang berbeda sehingga tidak bisa dipaksakan harus menggunakan design tertentu. Faktor-faktor yang menjadi pertimbangan desain rumah antara lain, jumlah anggota keluarga dan penggunaan kembali material bangunan dari rumah yang rusak untuk menekan biaya.
“Dalam namanya proses rekonstruksi kita tidak bisa memaksakan satu desain, harus menggunakan desain ini atau kita tidak bisa memaksa orang harus pakai material ini, tapi kita berikan kepada masyarakat sesuai keperluannya. Mungkin mereka punya dua anak, tiga anak tentu ukurannya berbeda,” tuturnya.
Merujuk data Pusat Data dan Informasi Bencana (PUSDATINA) Sulawesi Tengah per Oktober 2019, ada 4.522 unit rumah rusak yang akan direhabilitasi tanpa direlokasi. Rehabilitasi itu akan menggunakan bantuan hibah luar negeri sebesar IDR 226,1 miliar.
Menurut Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dalam pernyataannya yang diunggah di situs web kementerian, Kementerian Keuangan pada 8 Oktober 2019 telah menandatangani bantuan hibah daerah sebesar Rp 1,9 triliun untuk Bupati Sigi, Donggala, dan Parigi Moutong serta Walikota Palu. Bantuan hibah daerah itu akan digunakan untuk membantu perbaikan sebanyak 101.748 rumah.
Para pemilik rumah yang masuk kategori rusak berat mendapatkan bantuan senilai Rp50 juta. Kategori rusak sedang mendapatkan Rp25 juta dan rumah rusak ringan memperoleh Rp10 juta. Bantuan langsung dikirimkan ke rekening masing-masing pemilik rumah. [yl/ft]