Dikelilingi oleh ratusan aktivis Uighur, Tibet dan Hong Kong, pemain NBA terkenal Enes Kanter memimpin unjuk rasa di depan gedung Kongres Amerika Serikat (AS) pada Sabtu (30/10), menyerukan China untuk mengakhiri kerja paksa terhadap warga Uighur dan mendesak Kongres Amerika untuk meloloskan “The Uyghur Forced Labor Prevention Act” atau “RUU Pencegahan Kerja Paksa Uighur.”
Pemain tengah Boston Celtics ini juga mendorong pejabat-pejabat Amerika untuk segera mengambil langkah “nyata” guna menyudahi kerja paksa warga Uighur di China.
“Kami butuh tindakan. Bukan hanya kata-kata. Kita harus menjadikan hak asasi manusia sebagai prioritas dalam kebijakan Amerika di dalam dan luar negeri,” ujar Kanter. “Hanya dengan begitu kita dapat membantu menghentikan genosida warga Uighur,” tambahnya.
Senat Amerika dengan suara bulat telah mengesahkan RUU Pencegahan Kerja Paksa Uighur pada bulan Juli lalu. Jika disahkan oleh DPR dan ditandatangani presiden menjadi undang-undang, maka legislasi ini akan memastikan agar barang-barang yang dibuat lewat kerja paksa di Daerah Otonomi Uighur Xinjiang, China, tidak diperkenankan memasuki pasar Amerika. RUU tersebut juga akan memberlakukan sanksi terkait kerja paksa yang berlangsung.
RUU itu menyatakan bahwa sejak April 2017, China telah secara sewenang-wenang menahan lebih dari satu juta warga Uighur, Kazakh, Kirgistan dan anggota kelompok-kelompok teraniaya lainnya dalam sistem kamp pengasingan massal tanpa melalui proses hukum, dan telah membuat para tahanan melakukan kerja paksa, China juga diduga telah melakukan penyiksaan, indoktrinasi politik terhadap para tahanan dan pelanggaran HAM berat lainnya.
China membantah tuduhan pendirian kamp dan pemberlakuan kerja paksa terhadap warga Uighur itu, dan mengatakan kawasan kamp itu adalah “pusat pendidikan dan pelatihan kejuruan” yang menyediakan kursus bahasa, pengetahuan hukum, keterampilan profesional dan deradikalisasi bagi para warga. China mengklaim kebebasan warga Uighur tidak pernah dibatasi, dan bahwa mereka memiliki kebebasan untuk memilih pekerjaan.
Dalam sebuah pernyataan tertulis yang disampaikan perwakilan dalam unjuk rasa itu, salah satu pendukung RUU Pencegahan Kerja Paksa Uighur, Senator Marco Rubio, memuji Kanter atas keberaniannya bersikap.
“Dengan berani teman saya Enes Kanter telah menggunakan platformnya untuk menyoroti kekejian yang dilakukan pemerintah China dan Partai Komunis,” ujar Rubio dalam pernyataan tertulisnya.
Setelah Kanter menyatakan dukungannya pada warga Tibet, Uighur dan Hong Kong, dan menyerukan China untuk menghentikan kebijakan “brutalnya", beberapa minggu terakhir ini platform media China telah menghentikan streaming pertandingan Boston Celtics.
Dalam unjuk rasa itu, Kanter juga menuduh perusahaan-perusahaan, seperti perusahaan pakaian jadi Nike, terlibat dalam kerja paksa warga Uighur di Tiongkok.
“Sebagai atlet NBA, menyedihkan, memalukan, menjijikkan melihat mereka tetap diam tentang China,” ujar Kanter.
Dalam sebuah laporan tahun 2020, Institut Kebijakan Strategis Australia ASPI mengatakan bahwa 83 merk – termasuk Nike – terkait dengan kerja paksa warga Uighur di China.
Surat kabar New York Times akhir tahun lalu melaporkan bahwa Nike dan produsen minuman ringan Coca Cola termasuk diantara perusahaan-perusahaan besar dan kelompok bisnis yang melobi Kongres untuk melemahkan upaya meloloskan RUU Pencegahan Kerja Paksa Uighur itu.
BACA JUGA: 3 Peritel Besar AS Tarik Produk Perusahaan yang Terlibat Pelanggaran HAM di ChinaNike, lewat situsnya, mengatakan perusahaan itu berkomitmen pada manufaktur yang etis dan bertanggungjawab, serta senantiasa menjunjung tinggi standar perburuhan internasional.
“Kami prihatin dengan laporan kerja paksa itu, dan terkait dengan Daerah Otonomi Uighur Xinjiang (XUAR), Nike tidak mengambil produk dari XUAR dan kami telah mengkonfirmasi dengan pemasok kontrak kami bahwa mereka juga tidak menggunakan tekstil atau benang pintal dari wilayah itu,” demikian petikan pernyataan Nike. [em/ah]