Pada 2024 untuk pertama kalinya dunia mengalami satu tahun penuh suhu global di atas 1,5 derajat Celsius sejak masa praindustri, menurut para ilmuwan, pada 10 Januari lalu.
Suhu udara di setiap benua mengalami kenaikan sepanjang 2024, menyebabkan gelombang panas, kekeringan dan cuaca ekstrem. Tonggak sejarah itu dipastikan oleh para ilmuwan di Badan Perubahan Iklim Copernicus Uni Eropa.
Mereka memperingatkan, perubahan iklim mendorong suhu planet Bumi ke tingkat yang belum pernah dirasakan oleh manusia modern.
Carlo Buontempo, Direktur Badan Perubahan Iklim Copernicus UE, mengatakan, “Setiap bulan, dari Januari hingga Juli lalu, telah menjadi bulan-bulan terhangat yang pernah tercatat. Juli adalah bulan terhangat kedua, dan setelah itu terus menjadi yang kedua atau mendekati yang pertama. Tapi ketika Anda menggabungkan semuanya, lintasannya sungguh luar biasa dan menjadikannya sebagai tahun terhangat yang pernah tercatat.”
Selain Badan Perubahan Iklim Copernicus UE, enam badan iklim lain merilis data temperatur tahun 2024 pada 10 Januari, yang seluruhnya menunjukkan hasil yang sama. Keenamnya adalah Pusat Prakiraan Cuaca Jangka Menengah Eropa (European Center for Medium Range Weather Forecasts/ECMWF), Badan Meterologi Jepang, NASA, Badan Kelautan dan Atmosfer Nasional Amerika Serikat (US National Oceanic and Atmospheric Administration/NOAA), Kantor Meterologi Inggris yang berkolaborasi dengan Unit Riset Iklim Universitas East Anglia (HadCRUT), serta Berkeley Earth.
Suhu rata-rata planet Bumi sepanjang tahun lalu 1,6 derajat Celsius lebih tinggi daripada suhu rata-rata tahun 1850-1900. Periode itu adalah “periode praindustri” sebelum manusia mulai menggunakan bahan bakar fosil, yang menghasilkan gas karbondioksida (CO2) dalam jumlah besar.
Lebih dari itu, tahun 2024 adalah tahun terpanas di dunia sejak pencatatan suhu Bumi dimulai, dan setiap tahun selama sepuluh tahun terakhir termasuk di antara sepuluh tahun terhangat yang pernah tercatat.
Melalui Perjanjian Paris 2015, berbagai negara berjanji untuk mencoba mencegah suhu rata-rata global agar tidak melampaui ambang batas simbolis sebesar 1,5 derajat Celsius, untuk menghindari bencana iklim yang lebih parah dan mahal.
Your browser doesn’t support HTML5
Meski memecahkan rekor, suhu rata-rata global tahun 2024 tidak melampaui target Perjanjian Paris, yang memang mengukur suhu rata-rata jangka panjang. Sejauh ini, planet Bumi telah menghangat rata-rata 1,3 derajat Celsius, tetapi akan mencapai 3,1 derajat Celsius pada 2100 seandainya kebijakan iklim saat ini tidak diubah, menurut laporan Kesenjangan Emisi PBB 2024.
Wakil Sekretaris Jenderal Organisasi Meteorologi Dunia (World Meteorological Organization/WMO) Ko Barrett mengatakan bahwa kenaikan suhu dan pengurangan emisi gas rumah kaca yang tidak memadai sungguh mengkhawatirkan. “Kita harus mengubah kedua tren ini ke arah yang benar jika kita mau mengatasi dampak jangka panjang dari perubahan iklim,” sebutnya.
Sementara menurut Buontempo, belum terlambat bagi negara-negara di dunia untuk segera memangkas emisi dan mencegah semakin buruknya dampak perubahan iklim.
“Perjanjian Paris akan terlanggar dalam waktu dekat, entah akhir 2020-an, awal 2030-an, tapi yang jelas kita akan mencapai (ambang batas) 1,5 derajat Celsius, seperti yang disebutkan dalam Perjanjian Paris, dan melampauinya.
“Tapi ini belum selesai. Kita bisa mengubah lintasan itu dari sekarang. Kita bisa melakukannya, tapi kita perlu melakukannya atas dasar sains, atas dasar bukti, dan ada banyak bukti yang bisa kita jadikan landasan tindakan kita,” jelasnya.
Dampak-dampak perubahan iklim kini bisa terlihat di setiap benua, memengaruhi kehidupan manusia baik di negara terkaya maupun termiskin di muka Bumi. Badai dan hujan deras semakin parah, karena atmosfer yang lebih panas dapat menampung lebih banyak air yang menyebabkan hujan deras.
Ironisnya, meski kerugian akibat bencana-bencana tersebut semakin parah, kemauan politik untuk mengurangi emisi telah memudar di beberapa negara.
Presiden terpilih Amerika Serikat Donald Trump, yang mulai menjabat pada 20 Januari, telah menyebut perubahan iklim sebagai hoaks, terlepas dari konsensus ilmiah di seluruh dunia yang menyatakan bahwa hal itu terjadi akibat perilaku manusia dan akan menimbulkan konsekuensi yang parah jika tidak ditangani. [rd/ns]