Pemangkasan Produksi Minyak Berkepanjangan Tingkatkan Risiko pada Ekonomi Saudi Tahun Ini

Tangki penyimpanan minyak mentah milik Saudi Aramco, di Jeddah, Arab Saudi, 21 Maret 2021. (Foto: AP)

Arab Saudi menghadapi risiko kontraksi ekonomi pada tahun ini menyusul keputusannya untuk memperpanjang masa pengurangan produksi minyak mentah. Keputusan tersebut menyoroti ketergantungan Saudi yang masih besar pada minyak karena reformasi untuk diversifikasi ekonomi lainnya berjalan lambat.

Riyadh mengatakan pihaknya bertujuan untuk menstabilkan pasar minyak dengan memperpanjang pengurangan produksi minyak secara sukarela sebesar 1 juta barel per hari hingga akhir 2023. Pengumuman yang dilakukan pada Selasa itu membuat harga minyak bertengger di atas $90 untuk pertama kalinya pada tahun ini. Namun, harga tersebut berada di bawah harga rata-rata sekitar $100 per barel tahun lalu setelah invasi Rusia ke Ukraina.

Penurunan produksi dan pendapatan minyak tahun ini dapat menyebabkan ekonomi Arab Saudi menyusut untuk pertama kalinya sejak 2020 ketika puncak pandemi COVID-19 terjadi, meskipun dividen yang besar dari produsen minyak negara Saudi Aramco seharusnya dapat membantu keuangan publik.

Pemotongan produksi minyak selama tiga bulan berikutnya, selain pengurangan produksi pada awal tahun, mengakumulasikan penurunan produksi tahun ini menjadi 9 persen. Angka tersebut merupakan penurunan produksi terbesar dalam hampir 15 tahun bagi pemimpin de facto OPEC, kata analis Justin Alexander di Khalij Economics.

BACA JUGA: Suplai Minyak Iran yang Melimpah dan Murah Batasi Harga Minyak Rusia di China

Monica Malik, kepala ekonom di Abu Dhabi Commercial Bank, kini melihat produk domestik bruto (PDB) Saudi mengalami kontraksi 0,5 persen tahun ini, merevisi perkiraannya dari bulan lalu sebesar 0,2 persen pertumbuhan tahun ini, sementara Alexander mengatakan pertumbuhan non-minyak perlu dirata-ratakan sekitar 5 persen pada tahun ini untuk mempertahankan pertumbuhan.

“Ini sebenarnya adalah tingkat pertumbuhan di semester 1, tetapi indikator utama seperti PMI (purchasing managers' index/indeks manajer pembelian) menunjukkan adanya sedikit perlambatan, sehingga mungkin sulit untuk dipertahankan di semester 2. Akibatnya, kontraksi PDB riil yang kecil adalah sepertinya mungkin terjadi," kata Alexander, yang juga analis Teluk di GlobalSource Partners.

Tahun lalu perekonomian Saudi tumbuh 8,7 persen dan menghasilkan surplus fiskal sebesar 2,5 persen PDB, surplus pertama dalam sembilan tahun karena harga minyak melonjak mendekati $124. Tahun ini pemerintah memperkirakan surplus sebesar 0,4 persen dari PDB, tetapi beberapa ekonom mengatakan hal tersebut mungkin masih optimis.

Saudi Aramco, yang 90% sahamnya dimiliki pemerintah dan dibanjiri uang tunai setelah booming tahun lalu, mengatakan bulan lalu pihaknya akan membagikan dividen hampir $10 miliar kepada pemegang saham pada kuartal ketiga dari arus kas bebasnya. Pembayaran itu merupakan yang pertama dari beberapa pembayaran tambahan di atas dividen dasar sekitar $150 miliar yang diharapkan untuk 2022 dan 2023.

Seorang fotografer memotret ladang minyak Khurais, 150 km timur-timur laut Riyadh, Arab Saudi, 28 Juni 2021. (Foto: AP)

“Meski begitu, kami memperkirakan pemerintah akan mengalami defisit anggaran sebesar 1,5 persen PDB tahun ini – jauh di bawah perkiraan anggaran sebesar 0,4 persen surplus PDB,” James Swanston dari Capital Economics mengatakan dalam sebuah catatan.

Kementerian Keuangan Saudi tidak segera menanggapi permintaan komentar.

Kerajaan mengalami defisit yang cukup besar, yaitu mencapai 8,2 miliar riyal ($2,19 miliar) pada paruh pertama tahun ini.

Seorang pejabat Dana Moneter Internasional (IMF), yang memperkirakan defisit PDB sebesar 1,2% tahun ini, mengatakan pada Kamis bahwa anggaran akan semakin mendekati keseimbangan sebagai akibat dari pembayaran tambahan Aramco. Dan berseberangan dengan sejumlah ekonom lainnya, IMF justru memperkirakan perekonomian Saudi akan mengalami sedikit pertumbuhan tahun ini.

BACA JUGA: Menteri Prancis: Saudi Harus 'Tinjau' Target Emisi

Pertumbuhan ekonomi non-minyak masih kuat untuk saat ini.

Dana Investasi Publik (PIF), badan milik negara yang mengelola dana investasi negara, ditugasi mendorong cetak biru ekonomi Visi 2030 Arab Saudi yang ambisius, telah menghabiskan miliaran dolar untuk mengontrak bintang sepak bola terkemuka dunia, golf, pariwisata dan hiburan, serta pembuat kendaraan listrik.

Namun, reformasi dan investasi yang diprakarsai negara telah menyebabkan kontribusi sektor non-minyak terhadap PDB meningkat menjadi 44 persen PDB pada tahun lalu, naik hanya 0,7 poin persentase dari 2016.

Menurut laporan, saham baru Aramco senilai hingga $50 miliar dapat ditawarkan di lantai bursa Riyadh sebelum akhir tahun ini, sehingga menghasilkan dana besar yang dapat digunakan untuk proyek-proyek besar. Pemerintah telah mengalihkan 8 persen saham Aramco ke PIF dan salah satu anak perusahaannya.

Pendanaan PIF berasal dari suntikan modal dan transfer aset dari pemerintah, utang dan pendapatan dari investasi. Namun, perusahaan tersebut melaporkan kerugian sebesar $15,6 miliar pada tahun lalu, terutama karena investasi SoftBank Vision Fund I dan penurun pasar yang lebih luas, terutama di bidang teknologi. [ah/ft]