Pembantaian di Kelab Malam Picu Pertanyaan Soal Keamanan Turki

Polisi mengamankan lokasi dekat kelab malam Reina, di tepi pantai Selat Bosphorus, Turki, pasca insiden penembakan 1 Januari 2017. (REUTERS/Osman Orsal)

Serangan-serangan teror terus menerus terjadi  di Turki, di mana insiden pengeboman dan penembakan juga meningkat belakangan ini.

Satu jam memasuki tahun baru, tim bantuan darurat sibuk menghitung mayat di kelab malam di kota Istanbul, di tepi pantai Selat Bosphorus . Sebanyak 39 orang yang tewas dan puluhan yang cedera, sebelumnya merayakan datangnya tahun baru 2017, tapi serangan tahun ini tampaknya mengulang pembantaian di Turki tahun 2016.

Serangan-serangan teror terus menerus terjadi di negara tersebut di mana insiden pengeboman dan penembakan juga meningkat.

Bulan lalu saja, tercatat 44 orang tewas dan 163 cedera dalam ledakan bom kembar di stadion sepakbola di Istanbul. Hanya 11 hari lalu di Ankara, ibukota negara itu, duta besar Rusia ditembak mati oleh seorang polisi yang sedang tidak bertugas, yang mengumumkan pembantaian itu sebagai protes atas pengeboman yang dilakukan Rusia tanpa pandang bulu atas pemberontak Suriah dan warga sipil di Aleppo timur.

Sejak bulan Juli 2015, lebih dari 500 orang tewas di Turki dalam serangan-serangan teror yang diklaim oleh kelompok teror ISIS atau separatis Kurdi. Delapan anggota ISIS di tahan minggu lalu atas dugaan mempersiapkan serangan bunuh diri untuk malam tahun baru.

Tidak banyak pakar keamanan meragukan pembunuhan Sabtu malam itu terkait dengan kelompok teror ISIS. Separatis Kurdi cenderung menyasar tentara Turki apakah mereka sedang bertugas atau tidak. Kata pakar anti-teror, tidak ada pola serangan. Di mana serangan dilakukan itulah yang penting, kata mereka.Lokasi pembunuhan biasanya adalah tempat yang ramai sehingga jumlah korban berpotensi tinggi, hal yang sama juga berlaku di Eropa dan Afrika Utara. (my/isa)