Pemberontak Sudan Selatan Kembali ke Juba pasca Perjanjian Damai

Para tentara pemberontak Sudan Selatan saat bersiap memasuki ibukota Juba menjelang kedatangan pemimpin pemberontak Riek Machar (foto: dok).

Pemberontak Sudan Selatan akhirnya kembali ke ibukota Juba, setelah lebih dari dua tahun perang saudara di negara itu. Ini adalah langkah kunci dalam pelaksanaan perjanjian damai yang ditandatangani Agustus lalu.

Pemberontak Sudan Selatan melarikan diri dari Juba karena serangan lebih dari dua tahun lalu pada awal perang saudara di negara itu. Delapan bulan setelah penandatanganan kesepakatan damai, mereka datang kembali.

Namun, pertempuran yang masih terus terjadi membuat banyak yang bertanya-tanya, apakah kepulangan pemberontak itu akan membawa perdamaian atau makin menyebabkan kekerasan.

Lebih dari 1.300 tentara Pembebasan Rakyat Sudan atau SPLA yang memberontak terhadap pemerintah, sejauh ini telah kembali ke ibukota. Pada hari Selasa (12/4), orang ke-2 pemberontak, Alfred Lado Gore juga tiba di Juba. Pemimpin pemberontak, Riek Machar dijadwalkan tiba di Juba hari Senin (18/4) untuk memangku jabatan wakil presiden, di bawah Presiden Salva Kiir.

Puluhan ribu orang tewas dalam perang saudara di Sudan Selatan antara pasukan pendukung Kiir dan pendukung Machar, tapi Gore mengatakan tidak ada yang dapat mencegah perdamaian yang akan tiba.

"Perdamaian tidak akan mundur. Kami harus bergerak maju bersama negara kami," ujar Gore.

Tapi selagi perdamaian yang dilontarkan Gore di Juba, pertempuran berlanjut di tempat lain. Amerika mengutuk serangan oleh pemerintah di negara bagian Bahr el Ghazal di barat negara itu.

Juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika, Mark Toner mengatakan, pihaknya menerima laporan bahwa pemberontak juga menyerang tentara dan warga sipil di sana.

"Kita berada di persimpangan di sini, di mana sepertinya kita sedang meluncur kembali ke dalam konflik, dan bahwa kedua belah pihak bertanggung jawab untuk meletakkan segala sesuatu kembali ke jalurnya," kata Toner.

Ada kekhawatiran pertempuran bisa pecah lagi di Juba. Kesepakatan damai mengatakan, Sudan Selatan harus menarik sebagian besar pasukannya 25 kilometer ke luar kota, sehingga tentara pemerintah dan pemberontak seimbang di dalam kota.

Namun, pemerintah tidak mengizinkan pengawas gencatan senjata memantau penarikan pasukan itu. Pemberontak juga menuduh pemerintah diam-diam membawa pasukan tambahan.

Pada hari Selasa, kata pemberontak, aparat pemerintah menangkap dan memukuli 16 anggota oposisi menjelang kedatangan Gore. Gore mengatakan, rakyat Sudan Selatan harus bisa bebas berkumpul dan mengungkapkan pikiran mereka.

"Kejadian itu sangat disayangkan, disesalkan, saya mengutuknya, dan saya berharap kami akan diberitahu mengapa mereka ditangkap," papar Gore.

Seorang wakil pemerintah, Akol Paul, tidak mengukuhkan penangkapan itu, namun menegaskan situasinya membaik. "Perang telah berlangsung dua tahun, telah menimbulkan banyak masalah. Perdamaian adalah suatu proses. Saya ingin meyakinkan Anda bahwa hari ini lebih baik dari kemarin dan hari esok akan lebih baik daripada hari ini," tuturnya.

Warga Sudan Selatan berharap pendapatnya itu benar. [ps/al]